Saturday, April 20, 2024
spot_img

Rongsokan Pentaskan Amat Ramanyang di Medan

MEDAN | ACEHKITA.COM -– Komunitas Teater Mahasiawa (KTM) ‘Rongsokan UIN Ar-Raniry Banda Aceh mementaskan lagenda Amat Ramanyang di Taman Budaya Sumatera Utara, Jumat, 25 Oktober 2013. Produksi ke-XIX (19) Teater ‘Rongsokan’ tersebut, dipentaskan pada acara Temu Teman (Teater Mahasiswa Nusantara) XI, Medan.

Lagenda Religius tersebut mengisahkan tentang drama sebuah keluarga kecil di pesisir Krueng Raya, Aceh Besar. Amat yang dibesarkan ibunya yang hidup miskin, mencoba merantau ke negeri seberang, untuk mengubah nasibnya. “Amat takkan lama mak, hanya beberapa tahun saja,” kata Amat yang diperankan oleh Anshar, mahasiswa Fakultas Tarbiyah UIN Ar-Raniry.

Dengan berat hati, Mak, yang diperankan oleh Ella, melepaskan kepergian Amat.

Amat, pergi dengan menumpang kapal saudagar asal Malaya. Di sana, ia mengabdi dengan tulus hati. Karenanya, ia dikawinkan dengan putri saudagar, serta diwariskan semua harta. Amat yang miskin mendadak kaya. Ia yang semula tulus dan penurut kemudian menjadi congkak, angkuh, dan lupa akan sang ibu yang menanti kepulangannya.

Kepada sang istri (diperankan Husna), Amat selalu mengisahkan, ia berasal dari sebuah negeri yang subur lagi indah. Permaisuri yang penasaran mendesak Amat untuk kembali, sekaligus ia ingin melihat rupa ibu Amat.

Di tanah kelahirannya, berita kepulangan Amat berembus kencang. Sang ibu yang mendengarnya datang ke dermaga pinggir pantai yang sunyi, bersiap menyambut Amat. Ia telah menyiapkan menu kesukaan Amat, boh itek jruek dan kuah on murong; menu khas Aceh Besar.

“Sudah sangat lama nak emak menanti saat-saat ini, menanti kedatanganmu di pelukan mak,” sambut Mak ketika kapal Amat merapat di dermaga kecil itu, sambil menawarkan nasi yang ia pegang. Namun, tanpa disangka, Amat lupa akan cangkang telur asin itu. Ia berontak, tak mengakui sang ibunya yang tua dan keriput meski sang ibu terus saja mendekat.

Beruarai air mata, sang ibu yang murka kemudian berseru: “jika saudagar yang di depanku ini bukan Amat anakku, maka ampunkanlah dosanya dan dosaku. Tapi jika saudagar yang di depanku ini benar Amat anakku, maka kutuklah ia menjadi batu.”

Tiba-tiba langit bergemuruh, angin kencang mengempas kapal Amat. Pengawal (diperankan Umar) menarik sauh, kapal siap berangkat, hendak mengarungi lautan berbadai. Doa Mak Amat terkabul. Gelombang menggulung kapal itu, dan begitu muncul, Amat beserta isi kapal telah menjadi batu.

Dendi Swarandanu, sutradara pementasan Amat Ramanyang, menyebutkan, naskah tersebut dimainkan sebagai sebuah sejarah yang di Aceh hanya disampaikan dari mulut ke mulut.

“Maknanya, kita ingin menyampaikan kepada penonton tentang syariat. Anak harusnya dilahirkan untuk berbakti. Penyebab dipastikan terjadi karena ada sebab,” katanya di Medan, Jumat 25 Oktober 2013.

Dendi menambahkan, melalui media panggung, pesan-pesan komunikasi spiritual akan lebih mudah diterima dan dicerna. “Kita mencoba membawa penonton untuk mengembalikan memori masa kecilnya. Ada tanggung jawab seorang anak, ada ibunya di rumah. Dengan itu kita berharap, kemanapun seorang anak pergi, tanggungjawab moral harus selalu ada,” ujar Ketua Umum KTM ‘Rongsokan’ ini.

Iwan, salah seorang pelaku teater menyebutkan, pertunjukan itu sarat pesan moral. “Mengingat generasi muda saat ini kerap melupakan apa yang menjadi kewajiban anak kepada ibunya. Ketika dikemas secara sederhana di atas panggung, ini menjadi hal yang wajib ditonton oleh anak. Harapannya bisa menjadi panutan,” ujar Iwan. []

Redaksi
Redaksihttp://www.acehkita.com
ACEHKITA.COM hadir sejak 19 Juli 2003. Kami bisa dihubungi via @acehkita, redaksi[at]acehkita[dot]com

Baca Tulisan Lainnya

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Stay Connected

0FansLike
21,903FollowersFollow
24,400SubscribersSubscribe
- Advertisement -

TERBARU