Saturday, April 20, 2024
spot_img

Punk’s Not Dead…! [3]

DARI kejauhan, sayup-sayup terdengar lantunan ayat suci Al-Quran melalui pengeras suara Masjid Babuttaqwa. Komandan peleton memberikan aba-aba, untuk bersiap. Ayi dan para punkers lain mengambil posisi siaga, sebelum akhirnya melangkahkan kaki, meninggalkan lapangan di atas bukit.

Siang itu, punkers cowok beragama Islam akan melaksanakan ibadah salat Jumat perdana di Masjid Babuttaqwa, yang terletak di luar kompleks SPN Seulawah. Dari barak, masjid hanya terpaut 400 meter. Tetapi, para pembina tak membolehkan mereka jalan kaki menuju masjid.

Mengenakan baju koko dan berkain sarung, mereka diangkut menggunakan dua truk polisi. Di masjid, cukup mudah mengenali mereka di antara jamaah lain: kepala plontos, berbaju koko, dan bersarung. Sebagian ada yang bertato di tangan, kaki atau leher. Baju koko mereka yang masih baru berwarna putih, coklat tua, hitam, dan kuning. Sarung yang dikenakan bermotif garis-garis.

Begitu memasuki masjid, sebelum khatib berada di atas mimbar, sejumlah punkers melaksanakan salat sunat dua rakaat. Tapi banyak di antara mereka yang langsung duduk, membentuk saf sesama punkers. Beberapa dari mereka terlihat saling berbisik sesama teman di sampingnya.

Kala khatib di mimbar, sejumlah punkers mendengarkan isi khutbah –yang di akhir khutbah sempat menyorot kehidupan punk yang dinilainya “sampah” masyarakat– dengan tekun sambil tertunduk kepala. Ada pula yang tertidur.

Usai salat Jumat, beberapa punkers terlihat melaksanakan salat sunat dua rakaat. Ada juga yang memanjatkan doa. Di jalan luar masjid, dua truk telah siaga, untuk membawa kembali ke ‘pusat pembinaan’.

Sejumlah anak punk terlihat akrab berbicara dengan polisi yang mendominasi jamaah salat Jumat di masjid itu. Kalangan jurnalis mewawancarai mereka. Sedangkan, fotografer sibuk memotret anak-anak punk yang telah “berubah” penampilan.

Yudi terbilang ramah dan santun. Mengenakan koko putih, dia melangkah keluar masjid. Dia sempat menyalami kawannya. “Di sini kami tidak dipukul,” katanya.

Ketika tiba ke SPN Seulawah, Yudi sempat meronta saat rambut mohawknya akan dicukur. “Saya nangis waktu kemarin kepala digunduli,” jelasnya.

Yudi berharap bisa segera “bebas” dan bergaul dengan teman-teman lain di Takengon atau Medan. Ia menolak jika disebut punkers sebagai para pembuat anarkis. “Kami tidak ganggu orang lain,” kata dia.

Bagi tamatan SMU di Medan ini, punk adalah jalan hidup. “Saya mencintai punk,” ujar Yudi, yang punya keahlian menyablon baju. Dari kerja nyablon, dia bisa menghidupi diri sendiri.

Ketika berada di atas truk, Andre mengaku capek mengikuti “pembinaan” di SPN Seulawah. Remaja asal Kabupaten Binjai, Sumatera Utara, yang sejak kecil telah hidup di jalanan secara tegas mengakui, dia akan kembali menjadi punk setelah keluar dari “pembinaan”.

“Saya akan tetap menjadi punk setelah selesai di sini, karena sudah menjadi pilihan hidup saya. Mereka tak mungkin mengubah jalan pilihan hidup saya,” ujar remaja berusia 18 tahun ini.

Hal yang sama juga diungkapkan Intan Natalia, 20 tahun. Perempuan Medan ini menjadi seorang punker sejak 2009 lalu, ketika menempuh pendidikan di sebuah perguruan tinggi di Jakarta. Perempuan yang sempat kuliah selama tiga semester masuk punk karena merasa kebersamaan yang tinggi di antara komunitas itu.

“Saya merasa cocok dengan punk. Di sini, ada kebersamaan. Kalau ada, sama-sama ada. Tapi kalau tidak ada, kami dibantu oleh punker lain,” ujarnya.

Intan menolak jika punkers diperlakukan seperti penjahat. “Punk itu bukan kriminal. Jadi, kenapa kami ditangkap? Apa salah kami? Jangan melihat kami dari sisi negatif,” katanya.

Bagi Intan, tidak adil jika menilai punkers sebagai pembuat onar yang hidup urakan di jalanan. “Ada juga sisi positif punk. Kami punya keahlian masing-masing, seperti membuat tato, piercing, dan nyablon,” tuturnya.

Ia mengaku sangat sedih saat rambutnya dipotong. Dia sempat menangis kala rambut kesayangannya dipangkas. “Tapi mau gimana lagi. Saya mau protes juga tak ada gunanya, ya saya ikhlas saja rambut kesayangan saya dipotong,” katanya.

Intan mengaku sengaja datang ke Banda Aceh untuk ikut berpartisipasi pada konser musik penggalangan dana buat anak yatim panti asuhan.

“Saat acara sedang berlangsung, tiba-tiba saya ditangkap. Saya tidak tahu apa alasannya saya ditangkap sebab saya tak melanggar hukum,” katanya sambil menundukkan kepala.

Selama ikut “pembinaan” di SPN Seulawah, dia berusaha menyesuaikan diri dengan keadaan. Di sini, dia diajari cara berdisiplin, cara beradaptasi dengan lingkungan, agama.

“Saya sudah mulai disiplin. Ada perubahan kecil setelah saya di sini. Yang tadinya urak-urakan, kini mulai disiplin waktu. Butuh proses untuk berubah, step by step,” lanjutnya.

Aldi, 17 tahun, yang hanya tamat SMP juga mengatakan setelah “pembinaan” itu, dia akan kembali menjadi punk. “Setelah dari sini akan tetap jadi punk karena saya suka pola kehidupan punk. Saya bukan kriminal, mencuri bukan punk. Kalau kerjanya mencuri, buat apa saya masuk punk,” katanya, seraya menambahkan untuk biaya makan sehari-hari, dia bekerja menyamblon baju dan membuat stiker.

Muhammad Alhamda, pengacara dari LBH Banda Aceh yang mengunjungi anak punk di SPN Seulawah, hari Jumat itu, mengatakan bahwa pendekatan yang dilakukan pemerintah keliru karena tidak mungkin mengubah pilihan hidup seseorang.

“Saya yakin mereka akan kembali menjadi punk setelah keluar dari sini. Saya tadi sempat berbincang dengan beberapa orang dari mereka yang mengaku akan kembali menjadi punk,” katanya.

Seharusnya, jelas Alhamda, pemerintah mengajak anak punk berdialog. Bila perlu mereka diajak ikut berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan kemanusiaan dan sosial yang dilaksanakan pemerintah. Dengan begitu, mereka merasa tidak “dipinggirkan” seperti yang terkesan selama ini.

Evi dari Koalisi NGO HAM juga tak yakin dengan pola “pembinaan” seperti itu akan bisa menghilangkan komunitas punk di Aceh. Buktinya, setelah penangkapan pada Februari lalu, jumlah anak punk di Banda Aceh bukan berkurang, melainkan semakin bertambah.

“Punk itu adalah cara mereka mengekspresikan kebebasan dan perbedaan. Itu normal dan ada di berbagai belahan dunia lain. Seharusnya, mereka diajak dialog untuk mengetahui kenapa mereka berperilaku begitu. Tapi, mereka seperti itu kan hak mengekpresikan kebebasan. Tidak ada yang salah dari anak punk,” katanya.

Namun, Wakil Walikota Banda Aceh tetap bersikukuh untuk “memberantas” anak punk dari Banda Aceh. Kebijakan pemerintah itu mendapat dukungan dari Kapolres Kota Banda Aceh, Kombes Pol Armensyah Thay.

“Niat polisi baik, ingin membina mereka menjadi lebih baik. Apalagi di Aceh memberlakukan syariat Islam. Perilaku-perilaku menyimpang seperti anak punk, tidak boleh hidup di Aceh,” kata Armensyah.

Menurut dia, polisi hanya membantu Pemerintah Kota Banda Aceh karena aparat Satpol PP dan WH belum mampu mengatasi anak punk. “Kita hanya dukung program pemerintah. Kita ingin amankan Banda Aceh dari kegiatan yang tidak sesuai syariat Islam,” katanya.

Setelah “pembinaan” di SPN Seulawah, jelas Illiza, punkers dari luar Aceh akan dipulangkan ke daerahnya masing-masing. Sedangkan, anak punk Aceh terus dipantau perkembangannya.

“Setelah pembinaan, kita panggil kepala daerah asal anak punk dan orangtuanya. Bila tidak ada orangtua lagi, dipanggil kepala desa sehingga nanti mereka bertanggungjawab memantau anak punk sampai sadar,” katanya.

Bagaimanapun, ideologi punk telah betul-betul merasuki hidup para remaja itu. Sehingga tidak salah jika Andre, Aris Munandar, Intan, Yudi dan puluhan punkers yang sedang “dibina” di SPN Seulawah akan kembali ke komunitas mereka setelah pendidikan 10 hari selesai.

“Punk’s not dead…!!! (Punk tak pernah mati –red.),” teriak Andre dari atas truk yang membawanya kembali ke barak “pembinaan”. [tamat]

Redaksi
Redaksihttp://www.acehkita.com
ACEHKITA.COM hadir sejak 19 Juli 2003. Kami bisa dihubungi via @acehkita, redaksi[at]acehkita[dot]com

Baca Tulisan Lainnya

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Stay Connected

0FansLike
21,903FollowersFollow
24,400SubscribersSubscribe
- Advertisement -

TERBARU