Saturday, April 20, 2024
spot_img

Punk: Apa Salah Kami Ditangkap?

SEULAWAH | ACEHKITA.COM — KEPALANYA plontos sudah. Licin. Pemandangan ini kontras dengan sehari sebelumnya: berambut panjang dan acak-acakan. Sore itu, Selasa (13/12), petugas dari Sekolah Polisi Negara Seulawah mencukur habis rambut lelaki berusia 20 tahun ini.

Chaideer Mahyuddin/ACEHKITA.COM
Fauzan nama lelaki itu. Dia mengikuti komunitas punk di Banda Aceh. Bersama 64 temannya yang lain, ia ditangkap Polisi Banda Aceh di Taman Budaya Aceh yang terletak di Jalan Teuku Umar Seutui, Sabtu (10/12) malam. Di sana, mereka menggelar konser musik. Konser, yang di surat izin disebut untuk penggalangan dana bagi panti asuhan, dihadiri puluhan punker dari Aceh, Jakarta, Bekasi, Medan.

Ditemui di SPN Seulawah, raut muka Fauzan terlihat sedih sore itu. Ia nyaris tak bersemangat setelah rambut kesayangannya hilang. “Apa salah kami?” gugatnya. Suara Fauzan terdengar lemas.

Fauzan bilang, anak punk di Banda Aceh tak pernah melakukan aksi-aksi kriminal. “Kami tidak merampok, tidak pula mengganggu orang lain,” ujar Fauzan.

“Jadi, apa salah kami dibawa ke sini?” sebut Fauzan.

Fauzan mempertanyakan tanggungjawab polisi dan Pemerintah Kota Banda Aceh setelah menangkap dan “menyekolahkan” mereka di SPN Seulawah.

“Siapa yang menanggung kami? Bagaimana kami menghidupkan diri sendiri setelah dibawa ke sini? Tolonglah kami. Kenapa kami harus ditangkap dan dibawa ke sini?” lanjut Fauzan.

“Negara ini kan tidak melarang warganya dalam mengekspresikan kreativitasnya…” ujar Fauzan.

Di antara punker juga ada yang sedang bekerja di sebuah bank di Medan, Sumatera Utara. “Bagaimana ini, Bang. Aku lagi outsourcing di bank di Medan. Kan bisa dipecat gara-gara lama tidak masuk,” ujar seorang punker yang menolak menyebutkan namanya.

Penangkapan komunitas punk di Banda Aceh ini mendapat sorotan tajam lembaga sipil di Banda Aceh. Direktur Eksekutif Koalisi NGO HAM Aceh Evi Narti Zain mempertanyakan alasan polisi menangkap punker.

“Patut dipertanyakan yang mau dibina itu apa? Menurut saya, langkah polisi itu aneh karena punk itu tidak salah,” kata Evi.

Menurut Evi, kalau ada anak punk yang terlibat narkoba atau mabuk atau menggangu masyarakat, maka ditindak sesuai hukum.

“Punk itu adalah cara mereka mengekspresikan kebebasan dan perbedaan. Itu normal dan ada di berbagai belahan dunia lain. Seharusnya, mereka diajak dialog untuk mengetahui kenapa mereka berperilaku begitu. Tetapi, mereka seperti itu kan hak mereka untuk mengekpresikan kebebasannya. Tidak ada yang salah dari anak punk.”

Direktur LBH Banda Aceh Hospi Novizal Sabri mengatakan, “kita tidak setuju dengan penangkapan anak punk.”

LBH Banda Aceh, sebut Hospi, siap mengadvokasi komunitas punk. LBH akan proaktif untuk melakukan pendampingan terhadap komunitas punk. “Kami akan berusaha keras untuk membebaskan mereka,” sebut Hospi.

Namun polisi menolak jika disebutkan melakukan pelanggaran HAM. “Kita bukan menyiksa mereka. Saya jamin tidak melanggar HAM. Polisi hanya mengembalikan mentalnya. Salah satu cara mengembalikan mental ya dengan diceburin dulu ke kolam,” sebut Kapolda Iskandar Hasan. “Saya ingatkan tidak melanggar HAM.”

Namun, Fauzan tak peduli dengan perkataan polisi. “Ini melanggar HAM,” kata punker itu. []

Redaksi
Redaksihttp://www.acehkita.com
ACEHKITA.COM hadir sejak 19 Juli 2003. Kami bisa dihubungi via @acehkita, redaksi[at]acehkita[dot]com

Baca Tulisan Lainnya

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Stay Connected

0FansLike
21,903FollowersFollow
24,400SubscribersSubscribe
- Advertisement -

TERBARU