FOTO: Dandhy D. Laksono

POSTER-poster seperti di Poso, Sulawesi Tengah, ini juga pernah aku saksikan di kampung, kurang lebih 20 tahun lalu. Ditempel di pos kamling atau pos aparat keamanan.

Bila di Poso, poster –tepatnya spanduk– berisikan foto potrait dan nama orang yang masuk daftar pencarian orang (DPO) polisi dalam kasus terorisme. Pas foto itu ada yang diberi tanda X merah menyala, dan ada yang bebas dari tanda palang itu. Tanda X itu menandakan bahwa yang bersangkutan telah –meminjam istilah pada peristiwa pembantaian Teungku Bantaqiah di Beutong Ateuh, Nagan Raya– “disekolahkan”. Sedangkan non-X masih dicari.

Di kampungku, Aceh, mereka yang dicari distempel Gerakan Pengacau Keamanan atau GPK –belakangan istilahnya berevolusi menjadi Gerakan Pengacau Liar atau Gerakan Pengacau Liar Hasan Tiro. Intinya, mereka yang foto-fotonya mejeng di pos kamling atau sudut-sudut desa dan warung kopi adalah mereka yang dinyatakan terlibat dalam Aceh Merdeka atau Gerakan Aceh Merdeka.

Foto-foto yang tertera itu adalah mereka yang sangat diburu, hidup atau mati, atas nama kedaulatan Republik.

Konflik tak pernah hanya hitam dan putih. Eksesnya tak hanya bagi para pelaku konflik (atau pengikutnya) itu sendiri yang meregang nyawa, tapi malah lebih banyak yang tak tahu menau persoalan. Baik dibedil pemburu, tak sedikit juga di tangan terburu. Begitu pula di Poso.

Tapi, sejak 10 tahun yang lalu, kampungku sudah damai. Berdamai secara bermartabat. Dapat sejumlah kekhususan, dijatahi ‘kue’ lebih besar, adalah buahnya.

Yang masih hidup, baik yang (bertahan) bergerilya di hutan atau yang (lari) ke luar negeri, kembali ke masyarakat untuk membangun kampung.

Banyak dari mereka (bahkan yang tampangnya pernah menghiasi pos kamling), kini jadi penguasa dan pengusaha.

Apa yang terjadi setelah 10 tahun?

Kata berita, mereka yang dulunya punya cita-cita mulia: menyejahterakan dan membebaskan rakyat dari belenggu ketidakadilan. Namun, sayangnya, setelah diberi kuasa belum mampu berbuat banyak. Banyak hal tersendat atau jalan di tempat. Hanya kroni yang banyak ambil syafaat.

Kini, mereka kembali gaduh soal tahta dan nafsu ingin kembali berkuasa. Padahal musim politik di kampungku masih sangat lama, tapi macam polah sudah dipertontonkan.

Bagiku, itu kampung terserah mau kalian apa kan. Yang penting jangan kalian jual atau gadai, sebab nenekku juga punya saham di sana. []

SUPARTA ARZ

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.