BIREUEN | ACEHKITA.COM — Sebanyak 25 persen warga Kabupaten Bireuen, tidak menggunakan hak suaranya dalam pemilihan gubernur Aceh pada 9 April lalu. Sedangkan pelanggaran pemilu selama prosesi pilkada sejak mulai dari masa kampanye hingga hari pencoblosan dan penghitungan suara, tercatat sembilan kasus. Namun tidak satu pun dari kasus tersebut yang berhasil dibawa ke ranah pidana karena kurang cukup persyaratan.
Hal tersebut mengemuka dalam acara diseminasi monitoring pilkada Aceh yang digelar AJI Bireuen, Minggu (22/4). Acara ini sendiri merupakan lanjutan dari peliputan pilkada Aceh yang sebelumnya digelar AJI Indonesia di empat AJI kota yang ada di Aceh.
KIP Bireuen mengaku belum mengetahui alasan tingginya jumlah warga yang tidak menggunakan hak politiknya dalam pilkada lalu. “Kita belum tahu penyebabnya. Perlu ada penelitian lebih lanjut kenapa banyak warga yang tidak datang ke tempat pemungutan suara,” kata Mukhtaruddin dari KIP Bireuen.
Namun, ditambahkan, tidak menggunakan hak pilih juga merupakan hak warga negara. Jadi ada banyak alasan, misalnya mereka merasa tidak ada calon yang cocok atau ada rintangan lain yang membuat mereka tidak bisa ke TPS, terang Mukhtar tanpa merinci berapa jumlah pasti jumlah warga yang tidak memilih. Ia hanya bilang prosesntase warga yang memilih dan tidak memilih.
Menyangkut pelanggran pilkada, Agusni dari Panwaslu Bireuen, membeberkan ada sembilam kasus yang masuk ke Panwaslu. “Namun karena laporan yang diterima pihaknya belum mencukupi persyaratan untuk dilimpahkan ke pihak kepolisian, maka Panwaslu Bireuen tidak meneruskannya ke polisi,” kata Agusni.
Ditambahkan, ada satu kasus yang cukup syarat untuk dilimpahkan ke polisi, namun setelah dilakukan pemanggilan, pelaku dan saksi yang melaporkan tidak datang memenuhi panggilan, sehingga berkasnya dihentikan.
Sebab, lanjut Agusni, ada sejumlah persyaratan yang mesti dipenuhi dalam pelanggaran Pilkada, seperti adanya pelaku, saksi, dan alat bukti pendukung. “Jika salah satu dari unsur itu tidak terpenuhi, maka dengan sendirinya laporan pelanggran itu dianggap kurang cukup syarat,” ujarnya.
Pilkada Bireuen juga turut dipantau oleh sejumlah lembaga seperti Aceh Institute dan PB HAM Aceh Utara. Namun, secara umum Bireuen bisa dikatakan intensitas akumulasi pelanggaran atau tindak kekerasannya lebih kecil, dibandingkan Aceh Utara dan Kota Lhokseumawe.
“Prediksi sebelumnya oleh banyak pihak, Bireuen merupakan salah satu daerah yang cukup rawan tindak kekerasan. Tapi PB HAM hanya menemukan tujuh pelanggaran,” tukas Zulfikar Muhammad.
Dan dari jumlah itu, tidak ada pelanggaran berat seperti jatuhnya korban jiwa, perusakan mobil, dan aksi kekerasannya lainnya.
Ketua AJI Kota Bireuen, Yusmandin Idris mengatakan, diseminasi yang dilakukan organisasi jurnalis yang dipimpinnya itu, sebagai tindak lanjut dari training “Penguatan Etika dan Profesionalisme Jurnalis dalam Meliput Isu Pilkada” yang digelar AJI Indonesia pada awal April lalu.
“Kami berharap, para stake holder Pilkada Aceh yang ada di Bireuen, bisa memberikan kontribusi bagi sinergitas kerja-kerja jurnalistik, baik dalam meliput maupun dalam menginput data-data Pilkada yang ada, sehingga berita yang nantinya dikonsumsi publik, sesuai dengan tuntutan kode etik dan standar jurnalistik yang ada, ” kata Yusmandin.
Selain menghadirkan perwakilan KIP, Panwaslu, dan pemantau, sebanyak belasan wartawan yang terlibat dalam training Pilkada sebelumnya juga hadir dalam diseminasi tersebut. []