Wednesday, April 24, 2024
spot_img

Pemerintah Aceh Tolak Hukum Rajam

BANDA ACEH | ACEHKITA.COM — Pemerintah Aceh meminta agar hukum rajam bagi pelaku zina yang sudah menikah agar tidak dimasukkan dalam Qanun Hukum Jinayat yang rencananya akan disahkan Senin depan. Pihak eksekutif menilai bahwa penerapan hukum rajam di Aceh harus dikaji lebih komprehensif lagi.

“Untuk saat ini, kami belum sependapat untuk dimasukkan ‘uqubat rajam terhadap jarimah (tindak pidana –red.) zina yang dilakukan oleh orang yang sudah menikah…,” kata Sekretaris Daerah Aceh Husni Bahri Tob. “Karena dalam pelaksanaannya, (rajam) identik dengan hukuman mati.”

Pernyataan resmi Pemerintah Aceh itu disampaikan di depan 30-an anggota parlemen Aceh yang mengikuti sidang paripurna IV di gedung dewan, Jumat (11/9) malam. Sidang yang mendengarkan jawaban pemerintah Aceh terhadap pandangan umum anggota dewan tentang Rancangan Qanun Hukum Jinayat berlangsung hingga tengah malam. Sehari sebelumnya, tujuh anggota dewan memberikan pandangannya mengenai Rancangan Qanun Hukum Jinayat, yang mengundang kontroversi.

Dokumen jawaban bersampul merah yang dibacakan Husni Bahri Tob ditandatangi Wakil Gubernur Aceh Muhammad Nazar.

Husni menyebutkan, hukum rajam bagi pezina belum saatnya diberlakukan di Aceh. Apalagi masyarakat dan perangkat hukum belum siap menerima hukum rajam tersebut.

“Pelaksanaan hukum rajam jangan dilaksanakan secara terburu-buru, harus dilakukan secara bertahap,” kata Husni.

Selain itu, penerapan hukuman mematikan ini juga membutuhkan kajian mendalam dan komprehensif. “Perlu pengkajian yang mendalam dari berbagai nash (dasar hukum yang bersumber dari al-quran dan hadits –red.) dan pendapat ulama,” kata dia.

Pun begitu, penolakan eksekutif terhadap penerapan hukum rajam bukan harga mati. Menurut Husni, “pada saatnya nanti apabila aparatur penegak hukum dan masyarakat sudah siap untuk menerimanya, maka ‘uqubat rajam akan diterapkan di Aceh.”

Sementara itu, Ketua Panitia Khusus XII Bahrom M. Rasyid mengatakan, hukuman rajam dimasukkan ke dalam rancangan qanun karena ingin menerapkan hukum Islam secara menyeluruh.

“Kita ingin menyelamatkan orang agar tidak masuk neraka. Qanun ini sebenarnya adalah pintu taubat bagi orang yang berbuat dosa, berdasarkan hukum Islam,” kata Bahrom kepada acehkita.com.

Klausul hukum rajam yang dimasukkan dalam rancangan qanun mengundang protes dari banyak kalangan. Selain adanya hukum rajam yang dilakukan dengan melempar batu hingga pelaku zina meninggal, juga karena qanun ini berpotensi hanya menjerat pelaku tindak pidana dari kalangan arus bawah.

Zulfikar Muhammad, juru bicara Koalisi Kebijakan Partisipatif Aceh mengatakan, berdasarkan anilisa pihaknya, raqan jinayah mengandung bab-bab yang bisa menghilangkan prinsip kepastian dan tak ada perlakuan sama di mata hukum, khususnya pejabat.

“Masih ada bab-bab yang sangat sarat dengan impunitas,” kata Zulfikar kepada acehkita.com, Kamis (10/9).

Dia mencontohkan alasan pembenaran pada pasal 6 yaitu, tidak dikenakan ‘uqubat (hukuman-red) setiap orang yang melakukan jarimah (tindak pidana islam-red) karena melaksanakan peraturan perundang-undangan.

Di sini, tak ada penjelasan rinci bentuk menjalankan perundang-undangan hingga jarimah dibenarkan, atau bentuk jarimah bagaiman. “Ini menunjukkan tidak tegas dan konsisten dalam penegakan hukum. Patut kita duga ini merupakan upaya impunitas terhadap para pejabat Negara,” ujar Zulfikar. []

Previous article
Next article
Redaksi
Redaksihttp://www.acehkita.com
ACEHKITA.COM hadir sejak 19 Juli 2003. Kami bisa dihubungi via @acehkita, redaksi[at]acehkita[dot]com

Baca Tulisan Lainnya

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Stay Connected

0FansLike
21,903FollowersFollow
24,500SubscribersSubscribe
- Advertisement -

TERBARU