BANDA ACEH | ACEHKITA.COM — Rancangan Qanun Jinayah yang akan disahkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Aceh pekan depan, masih sarat aroma politis. Pejabat negara berpotensi kebal dari jerat hukum (impunitas), sebagaimana diatur di qanun itu.
Zulfikar Muhammad, juru bicara Koalisi Kebijakan Partisipatif Aceh mengatakan, berdasarkan anilisa pihaknya, raqan jinayah mengandung bab-bab yang bisa menghilangkan prinsip kepastian dan tak ada perlakuan sama di mata hukum, khususnya pejabat.
“Masih ada bab-bab yang sangat sarat dengan impunitas,” kata Zulfikar kepada acehkita.com, Kamis (10/9).
Dia mencontohkan alasan pembenaran pada pasal 6 yaitu, tidak dikenakan ‘uqubat (hukuman-red) setiap orang yang melakukan jarimah (tindak pidana islam-red) karena melaksanakan peraturan perundang-undangan.
Di sini, tak ada penjelasan rinci bentuk menjalankan perundang-undangan hingga jarimah dibenarkan, atau bentuk jarimah bagaiman. “Ini menunjukkan tidak tegas dan konsisten dalam penegakan hukum. Patut kita duga ini merupakan upaya impunitas terhadap para pejabat Negara,” ujar Zulfikar.
Selanjutnya di pasal 7 yaitu, tidak dikenakan ‘uqubat setiap orang yang melakukan jarimah karena melaksanakan perintah jabatan yang diberikan oleh pejabat yang berwenang.
“Terdapat bentuk diskriminasi hukum di sini,” jelas Zulfikar.
Menurutnya, prinsip hukum Islam, tak ada perintah jabatan (tugas jabatan) tanpa pertanggung jawaban. “Maka tidak mungkin misalnya jarimah dalam bentuk persengkokolan jahat, dapat di benarkan dalam hukum publik,”.
Adanya alasan pemaaf, menurut Zulfikar juga bagian terburuk dari raqan jinayah Aceh.
Seperti tersebut dalam Pasal 8, tidak dikenakan ‘uqubat, seseorang yang melakukan jarimah karena, dipaksa oleh kekuasaan atau kekuatan yang tidak dapat ditahan dan adanya ancaman, tekanan, kekuasaan atau kekuatan yang tidak dapat dihindari, kecuali perbuatan tersebut merugikan orang lain.
Alasan pemaaf dalam pidana Islam, kata Zulfikar, hanya dibolehkan jika korban atau keluarganya memaafkan pelaku. Jadi tidak alasan pemaafan karena seseorang melakukan jarimah yang berada dibawah paksaan kekuasaan atau ancama atau tekanan.
Menurut Zulfikar, qanun ini sama sekali belum menerapkan nilai-nilai islami. Pihaknya meminta DPR Aceh menunda mengesahkan dan meninjau kembali sejumlah kejanggalan dan kontroversi di qanun jinayah dan acara jinayah, sehingga tak menciderai hukum Islam sesungguhnya.
“Jangan hanya sebatas produk hukum kenang-kenangan dewan.”[]