Wednesday, April 24, 2024
spot_img

Partai Politik Dinilai Tidak Transparan

BANDA ACEH | ACEHKITA.COM – Partai politik di Aceh, baik lokal maupun nasional, dinilai belum begitu terbuka kepada publik, khususnya dalam transparansi dan akuntabilitas pendanaan politiknya. Hal itu karena belum ada secara jelas bagaimana mekanisme partai politik untuk terbuka kepada publik.

Seperti yang diungkapkan Program Manager dan Evaluasi LSM MaTA, Abdullah Abdul Muthaleb, kesadaran partai politik untuk transparan dan akuntabel masih terbatas. “Bahkan sebagian parpol terkesan tidak siap menanggapi kewajiban memenuhi permintaan informasi publik,” ujarnya.

Hal itu dikemukakan dalam diskusi publik Transparansi dan Akuntabilitas Pendanaan Partai Politik di Aceh yang berlangsung di 3 in 1 cafe, Banda Aceh, Kamis 27 Maret 2014. Diskusi yang difasilitasi oleh Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) dan Indonesia Corruption Watch (ICW) ini dihadiri oleh mahasiswa, aktivis, akademisi, Ketua KIP Aceh Ridwan Hadi. Sementara perwakilan dari partai hanya hadir dua orang dari 15 partai peserta Pemilu 2014 yang diundang.

Abdullah memaparkan keinginan lapisan menengah internal partai politik untuk mendorong supaya transparan dan akuntabel juga rendah. “Dari hasil uji akses yang kami lakukan sejak Agustus 2013 hingga Maret 2014 ini terhadap 9 partai yang punya kursi di DPRA, semuanya masih terkesan belum memahami bahwa keuangan partai harus diaudit oleh Kantor Akuntan Publik,” kata Abdullah.

Hanya saja, tambahnya, partai politik tersebut cukup terbuka dengan laporan keuangan yang bersumber dari APBD. “Ini saja barangkali yang mereka anggap terbuka untuk publik.”

Lebih lanjut, Abdullah menyatakan bahwa berdasarkan kajian MaTA, dari sembilan partai tersebut belum satu pun mempunyai Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) sebagaimana amanat UU No. 14 Tahun 2008.

“Selama ini partai kurang responsif terhadap permintaan informasi mungkin saja karena pemahaman mereka terhadap UU Nomor 14 Tahun 2008 tersebut masih rendah,” kata Abdullah.

Di sisi lain, Abdullah menyebutkan, alokasi bantuan keuangan partai dari APBD umumnya lebih banyak digunakan untuk mendukung operasional partai, bukan untuk pendidikan politik. “Padahal merujuk Permendagri 26 Tahun 2013 jelas disebutkan penggunaan untuk pendidikan politik paling sedikit 60% dari besaran bantuan yang diterima,” sebutnya.

Sementara itu, Zainuddin T dari Komisi Informasi Aceh menyatakan, tidak ada alasan bagi partai politik untuk tidak transparan dan akuntabel. “Sebagai badan publik, partai politik itu sudah seharusnya terbuka untuk publik.”

Akademisi Fakultas Hukum Unsyiah, Saifuddin Bantasyam, kalau seandainya partai politik tersebut tidak transparan dan akuntabel maka itu akan menjadi masalah besar karena mereka akan menjadi wakil di parlemen. [Saini]

Redaksi
Redaksihttp://www.acehkita.com
ACEHKITA.COM hadir sejak 19 Juli 2003. Kami bisa dihubungi via @acehkita, redaksi[at]acehkita[dot]com

Baca Tulisan Lainnya

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Stay Connected

0FansLike
21,903FollowersFollow
24,500SubscribersSubscribe
- Advertisement -

TERBARU