Anggota Kongres Filipina Rufus B. Rodriguez di DPRA. | FOTO: Radzie/ACEHKITA.COM

BANDA ACEH | ACEHKITA.COM — Anggota Kongres (House of Representative) Filipina, Rufus B. Rodriguez, bertandang ke Banda Aceh, Jumat (13/2/2015), untuk mempelajari konsep perdamaian Aceh.

Selama lawatan ke Aceh, Rodriguez menemui sejumlah para pemangku kepentingan, seperti Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat Aceh.

Dalam pertemuan dengan sembilan anggota DPRA, Rodriguez menanyakan mengenai proses perundingan perdamaian, pembagian kewenangan antara Aceh dan Jakarta, partai politik lokal, dan pemilihan kepala daerah.

“Bagaimana sistem pemilihan umum di Aceh, apakah dilaksanakan oleh pemerintah pusat atau pemerintah lokal di Aceh,” ujar Rodriguez.

Seorang anggota DPRA menyebutkan, pemilihan lokal di Aceh diselenggarakan oleh Komisi Independen Pemilihan (KIP) dengan aturan-aturan yang diatur oleh Undang-undang No 11/2006 tentang Pemerintahan Aceh, serta peraturan umum yang bersumber dari Komisi Pemilihan Umum di tingkat pusat.

“Aceh memiliki tiga partai politik lokal, yang mereka akan mengisi kursi parlemen di tingkat provinsi dan kabupaten/kota,” ujar anggota DPRA.

Kunjungan Rodriguez ke Aceh dalam rangka belajar pengalaman proses perdamaian Aceh. Ia berharap, pengalaman Aceh bisa diterapkan dalam mewujudkan proses perdamaian bagi Bangsa Moro di Mindanao, Filipina Selatan.

Saat ini, Parlemen Filipina tengah menggodok undang-undang dasar (basic bill) bagi Bangsa Moro. Dalam undang-undang tersebut, Filipina akan memberikan otonomi luas kepada Bangsa Moro untuk mengelola wilayahnya.

“Dalam pembagian hasil minyak dan gas, misalnya, itu dibagi fifty-fifty antara pusat dan Moro,” sebut anggota Partai Pwersa ng Masang Pilipino.

Selain pembagian hasil alam dan pajak yang lebih besar, Undang-undang Dasar juga akan memberikan pengakuan keistimewaan Bangsa Moro. Mereka diperbolehkan memiliki partai politik lokal, bendera, dan lagu kebangsaan tersendiri.

“UU ini untuk pembangunan, pendidikan, kesehatan Bangsa Moro. Apalagi Bangsa Moro menjadi daerah miskin akibat pemerintah pusat tidak memberikan perhatian bagi mereka,” sebut Rodriguez.

Namun, kata Rodriguez, upaya perdamaian Bangsa Moro sedikit terhambat setelah kontak tembak antara pasukan pemerintah dan gerilyawan Moro Islamic Liberation Front pada akhir Januari lalu. Kontak tembak tersebut menyebabkan 44 polisi Filipina tewas.

“Saya percaya, dengan UUD ini bisa mencapai perdamaian. Kita tidak bisa kembali berperang. UUD ini bisa menciptakan perdamaian di Mindanao,” ujar Rodriguez kepada acehkita.com usai pertemuan dengan DPRA.

Anggota DPRA Iskandar Usman Al Farlaky berharap Pemerintah Filipina dan Mindanao untuk segera menghentikan tindak kekerasan di sana, agar proses perdamaian bisa segera terwujud.

“Kedua belah pihak harus sama-sama sadar untuk tidak mengedepankan ego masing-masing, tapi berpikir bagaimana menyelamatkan nyawa masyarakat sipil di Moro,” ujar Iskandar. []

RADZIE

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.