Saturday, April 20, 2024
spot_img

OPINI | Provokator Damai

ISTILAH “Peace Provocateurs” menjadi populer ketika Sidney Jones merilisnya dalam laporan International Crisis Group (ICG) tentang peristiwa di Ambon, September 2011. Sejak saat itu konsep ini selalu dikaitkan dengan penggunaan multimedia untuk mencegah perluasan kericuhan bernuansa agama di Kota Ambon menjadi konflik masa, pada bulan Sepetember 2011. Dalam kenyataannya, tautan ini tak sepenuhnya menjelaskan dinamika yang berlangsung dibalik terminologi ini. Aktifitas provokator damai sangat beragam, penggunaan media hanya salah satu diantaranya.Tulisan kecil ini mencoba menjelaskan gagasan-gagasan konseptual dibalik penggunaan terminologi ini, sementara aspek-aspek praktisnya akan digambarkan oleh teman saya, Zairin Salampessy.

Jacky Manuputty. | FOTO: Zulkarnaini Muchtar/ACEHKITA.COM

Mengakselerasi Peningkatan Dinamika Perdamaian

Ketika terminologi ini dipublikasikan, tak sedikit kritikan yang diterima terkait penggabungan istilah damai dengan kata provokator. Sebuah pertanyaan yang dialamatkan pada kami, “apakah etis memakai menggunakan istilah provokator damai dalam membangun jurnalisme damai?”

Provokator selama ini selalu diidentikan dengan “orang yang menggerakan,” memprovokasi orang lain untuk melakukan kekerasan, atau bahkan konflik. Secara etimologis makna denotatif dari provokator adalah “menggerakan.” Provokasi menunjuk pada sebuah tindakan atau kondisi yang mendorong orang untuk merasakan atau bertindak. Ini makna yang sifatnya sangat netral. Ia menjadi negatif ketika makna konotatif dibingkaikan terhadapnya. Karenanya penggunaan istilah provokator damai bukanlah sesuatu yang harus dipertentangkan secara etis. Provokator damai artinya orang yang menggerakan orang lain untuk membangun perdamaian.

Dalam kaitan dengan damai, istilah ini memaknakan sebuah gerakan untuk mengkondisikan dan mempercepat perdamaian, atau gerakan untuk mencegah berkembang dan meluasnya konflik. Pertanyaan berikutnya yang dialamatkan pada kami, “apakah damai perlu digerakan, bukankah itu harus terjadi secara alamiah?”

Terkait dengan upaya pengelolaan konflik dan perdamaian, banyak orang bilang perdamaian akan terjadi secara natural bila kondisi-kondisi yang dibutuhkan telah tersedia. Pandangan ini tentunya benar, tetapi kondisi yang dibutuhkan bisa juga dikreasi dan didorong percepatan pembentukannya.

Kedamaian masyarakat merupakan akumulasi dari rasa damai setiap individu, yang disumbangkan ke dalam jalinan dan jaringan sosial yang ada (kemudian dikompilasi dan diverifikasi untuk memperoleh standar minimum bersama tentang perdamaian kolektif). Persoalannya, tidak semua orang memiliki dinamika yang sama, untuk mendorong percepatan kontribusi kedamaian individual itu menjadi kedamaian bersama.

Bahkan untuk banyak alasan, orang bisa saja dengan sengaja menyimpannya sebagai milik sendiri, yang tidak dikontribusikan kedalam ruang publik (takut, tak peduli, tak menguntungkan dirinya, dll). Karenanya dibutuhkan sebuah strategi untuk mendorongnya keluar sebanyak mungkin, terutama ketika ruang-ruang publik dijangkiti provokasi konflik/perang.

Apa yang dilakukan teman-teman jaringan damai, adalah suatu upaya strategis mendorong percepatan kontribusi rasa damai milik individu ke dalam ruang damai publik. Dengan begitu, diharapkan bahwa segala ukuran teoritis, konsep, dan bahkan rasa yang dimiliki bisa diolah keluar dan dikontribusikan ke ruang publik, di saat provokasi konflik memperoleh eskalasi yg tinggi.

Alasan lain menggunakan diksi ini, terkait dengan pilihan strategi dalam dinamika dan kondisi emergency di mana kedamaian bersama terancam dihancurkan. Dalam situasi emergency, dibutuhkan tindakan-tindakan emergency juga. Pada situasi dimana kedamaian alamiah tak bisa diperoleh maka kedamaian yang diprovokasi perlu dikondisikan, meskipun itu sebatas gabungan beberapa teman yang berinteraksi di ruang-ruang publik. Apakah ini instant? tentu saja iya. Tindakan emergency memang cenderung instant, dan sifatnya sementara. Proses pelanggengannya dilakukan kemudian ketika situasi tenang berkembang secara lebih baik.

Memulai Dari Jaringan Pertemanan

Kelompok provokator damai diawali oleh, lebih kurang, 10 orang. Semuanya terikat dalam relasi pertemanan yang sudah terbangun jauh sebelum terjadinya kericuhan September 2011. Beberapa diantaranya telah menjadi sahabat akrab, bahkan sebelum meledaknya kerusuhan Maluku 1999. Masing-masing mereka memiliki ikatan pertemanan lainnya, hal yang kemudian menjadi modal bagi pembesaran jaringan provokator damai. Dari individu menjadi kelompok, selanjutnya memperbanyak kelompok dan memperluas jejaring pertemanan. Demikian pertimbangan strategis di balik pengembangan gerakan provokator damai. Kami menyebutnya, “strategi menganyam tikar pandan.”

Pertimbangan untuk menggunakan relasi pertemanan di awal gerakan ini adalah untuk membangun “core team” yang kuat dan solid. Disini keterbukaan dan rasa percaya menjadi prasyarat yang tak bisa ditawar. Hal ini penting untuk menjadi model bagi teman-teman yang kemudian bergabung, sekaligus berfungsi untuk mengontrol pengembangan jejaring, ketika semakin banyak anggota dan kelompok yang bergabung didalamnya. Gerakan provokator damai bukanlah gerakan yang melembaga. Ia merupakan suatu gerakan cair pada komunitas basis, sebuah model manajemen damai berbasis masyarakat. Karakternya yang cair mengisyaratkan kebutuhan adanya team inti. Fungsinya menjaga dinamika gerakan untuk tetap solid. Team inti yang kecil ini sekaligus berperan sebagai komite pengarah. Mereka bertanggung jawab untuk menjaga arah gerakan, sehingga tidak menjadi bias dan melenceng dari idealisme awal yang telah disepakati.

Penggunaan Multimedia  dan Relasi Pertemanan Sebagai Media

Instrumen utama yang dipakai memprovokasi perdamaian adalah media. Media yang dimaksudkan disini tidaklah semata-mata media cetak atau elektronik. Relasi pertemanan yang erat juga merupakan media untuk memprovokasi damai. Sebagaimana media cetak dibaca public, relasi pertemanan juga dipublikasi dengan cara mempertontonkannya di ruang public. Kehadiran kelompok teman (lintas iman) di ruang publik, disaat provokasi kekerasan dan eskalasinya semakin meningkat, adalah media efektif untuk membangun kepercayaan public.

Dalam kondisi dimana terjadi segregasi masyarakat akibat konflik, diperlukan model-model integrasi kelompok yang bergerak secara terus menerus di ruang-ruang publik. Kecermatan untuk menghitung resiko ledakan konflik, yang kapan saja bisa terjadi secara tiba-tiba, serta keberanian untuk secara kontinu hadir bersama di ruang publik, merupakan modal yang dimiliki oleh teman-teman provokator damai. Kelompok provokator damai secara aktif mengkreasi ruang-ruang perjumpaan, sekaligus berfungsi sebagai kantong-kantong integrasi  dari komunitas yang terbelah akibat konflik. Untuk menjadi percaya, masyarakat tidak hanya butuh mendengar atau membaca. Mereka ingin juga melihat dan membuktikan. Relasi yang hidup lalu menjadi media yang disebarkan secara luas ke tengah masyarakat. Relasi itu ditulis dan dipublikasikan, tetapi juga dinyatakan secara konkrit melalui perjumpaan rutin.

Relasi persahabatan yang kental dan solid, serta rasa percaya yang terus ditumbuhkan diantara anggota kelompok, menjadi semakin teruji ketika isu-isu provokatif kekerasan pada masing-masing komunitas bisa dikaji secara terbuka, di dalam kelompok para provokator damai. Bukan hanya isu, orang-orang yang menyebarkan isu juga dikaji latar belakang, jaringan dan bahkan afiliasi ideologinya. Pemetaan aktor dan jaringan provokator konflik dan kekerasan lalu menjadi bagian dari akitiftas gerakan provokator damai. Informasi-informasi yang sering dianggap ”rahasia” kelompok masing-masing, disampaikan secara terbuka sebagai bahan kajian bersama.

Hasil kajian itulah yang kemudian disebarkan kembali ke dalam masyarakat melalui penggunaan berbagai media yang tersedia, baik media mainstream maupun media alternatif. Mengkampanyekan berita-berita damai melawan berita-berita kekerasan dan konflik merupakan pilihan utama gerakan provokator damai. Pengumpulan informasi, kompilasi, verifikasi dan publikasi kebenaran isu serta berita damai merupakan salah satu aktifitas utama teman-teman provokator damai.

Aktivitas itu dilakukan selama 24 jam, karena provokasi kekerasan dan konflik melalui berbagai media juga berlangsung selama 24 jam. Akurasi, kecepatan verifikasi dan publikasi hasil verifikasi isu-isu konflik, merupakan kondisi prioritas yang dibangun dalam gerakan provokasi damai. Hal itu bisa dilakukan bersama dengan sikap terbuka dan saling percaya, karena relasi pertemanan telah mengental.

Fasilitas dan Dana Sebagai Tantangan Bersama

Model cair gerakan provokator damai tentunya tak terlepas dari berbagai hambatan yang bisa menyebabkan menurunnya soliditas dan kinerja jaringan. Rekan saya Zairin Salampessy bisa menceritakan berbagai tantangan yang dialami dalam dinamika praktis provokator damai.

Terkait karakter gerakan ini, salah satu tantangan terbesar adalah ketika gerakan ini memperoleh apresiasi luas, dimana tawaran fasilitas dan dana  kemudian berdatangan. Seorang wartawan asing pernah menanyakan, ”apakah fasilitas yang bisa kami bantu untuk menguatkan jaringan ini?” Dengan halus kami menolaknya. Gerakan provokator damai adalah gerakan para relawan. Mereka merasa terpanggil untuk mencegah terjadinya konflik masa di negeri sendiri, setelah merasakan akibat yang pahit dari konflik periode 1999-2003.

Menolak tawaran dukungan fasilitas dan dana, bukanlah berarti bahwa kami tidak memerlukan bantuan untuk mengembangkan kerja berjejaring ini. Ideal yang ingin dicapai dalam pembentukan karakter kelompok ini adalah kesediaan berkorban setiap teman, berdasarkan kesadaran dan keterpanggilannya untuk memulihkan masyarakatnya sendiri, serta keluarga dan orang-orang yang dicintai. Mereka yang telah menjadi sakit secara sosial akibat konflik masa lalu.

Tanpa memiliki karakter militan sebagai relawan, dinamika gerakan tak akan bertahan lama. Untuk mencapai tingkat militansi yang tinggi, teman-teman didorong untuk memaksimalkan penggunaan fasilitas masing-masing orang secara bersama. Disaat kapasitas sebagai relawan dirasa semakin menguat, barulah kami akan membuka diri secara bertahap untuk menerima dukungan fasilitas, ataupun dana dari berbagai pihak yang mendukung gerakan ini.

Penutup

Apakah konsep gerakan provokator damai di Maluku dapat memenuhi kebutuhan teman-teman di Banda Aceh untuk membangun jurnalisme damai, terkait potensi konflik sosial dalam perhelatan Pilkada di NAD? Tentu kita memiliki konteks dan latar belakang permasalahan yang berbeda. Gerakan provokator damai di Maluku dikembangkan sebagai respon terhadap kericuhan sosial bernuansa agama. Saya sangat percaya, teman-teman di Banda Aceh memiliki kearifan lokalnya sendiri dalam upaya mengelola potensi konflik sosial, melalui penggunaan berbagai media yang tersedia.

Kondisi yang sama dari pengalaman kita adalah, baik dalam konflik berlabel agama, ataupun pada konflik pilkada, masyarakat kecil selalu yang terkorbankan. Karenanya, hal prinsipal yang menyatukan kita dalam upaya pencegahan konflik, adalah keterpanggilan kita untuk tidak membiarkan masyarakat kita tercerabut dari martabat kemanusiaannya. Lebih dari itu, apa yang kita lakukan bersama saat ini, adalah membayar hutang masa depan bagi generasi di belakang kita, generasi baru NAD dan Maluku! [a]

*) Makalah yang disampaikan pada Workshop on Electoral Violence Prevention in Aceh, Banda Aceh 20 Maret 2011
**) Jacky Manuputty, aktivis perdamaian dari Lembaga Antar-Iman, Ambon

Redaksi
Redaksihttp://www.acehkita.com
ACEHKITA.COM hadir sejak 19 Juli 2003. Kami bisa dihubungi via @acehkita, redaksi[at]acehkita[dot]com

Baca Tulisan Lainnya

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Stay Connected

0FansLike
21,903FollowersFollow
24,400SubscribersSubscribe
- Advertisement -

TERBARU