Raisa

Raisa
Raisa

SAYA bisa bernafas lega begitu melihat hamparan karang cadas. Di bawahnya, sebuah sungai mengaliri arus deras yang menghasilkan suara bergemuruh. Melemparkan pandangan ke segala penjuru, saya menemukan sebuah pemandangan memesona, memanjakan mata.

Sejenak, saya terpana dengan hamparan batu gunung dan pemandangan di sekitarnya. Hujan gerimis siang itu membuat suasana menjadi lebih sejuk.

Tak ingin berlama-lama terpana, saya bersama dua teman lainnya langsung menjelajahi setiap jengkal batu karang nan cadas. Sebuah sungai berair keruh seakan membelah karang itu. Jika tak hujan, sungai mengaliri air bening, sehingga kita bisa melihat bebatuan di dasarnya.

Tak lupa, kami mengeluarkan kamera telepon seluler, mengabadikan setiap momen yang ada di kawasan Kuala Parek, Aceh Tamiang. Namun, kita harus sangat berhati-hati menjejakkan kaki di atas karang. Karena kami tiba di sana saat gerimis membasahi bumi, karang licin. Salah-salah, kaki terpeleset dan tergelincir ke sungai.

Pemandangan alami yang saya nikmati di Kuala Parek mampu membayar perjuangan berat untuk mencapai ke sana. Perjalanan ke Kuala Parek tidak mulus. Kita harus melewati jalan pedesaan di Kecamatan Pulo Tiga yang penuh kerikil dan debu.

Melewati hamparan perkebunan sawit. Salah ambil ruas jalan, siap-siap kesasar. Itu belum seberapa. Perjalanan juga harus ditempuh melalui jalur penuh tanjakan, berkerikil.

Jalanan juga sunyi, tak ada perumahan di kanan kiri. Baru setiba di pertengahan kebun sawit, kami menemukan setumpuk perumahan. Sebelum tiba di kawasan perumahan ini, kami sempat tersesat karena salah masuk ruas jalan.

Perjalanan ini nyaris saja urung dilakukan. Pasalnya, seorang ibu mewanti-wanti untuk tidak melanjutkan perjalanan karena gerimis dan geluduk. Biasanya, akan banjir bah.

Mendengar banjir bandang, nyali sempat kecut. Namun keinginan kuat untuk menikmati kesegaran Kuala Parek membuat kami memutuskan perjalanan dilanjutkan.

Beruntung, kami (saya, Ros, dan Diah) bertemu dengan empat remaja yang juga hendak ke Kuala Parek. Sayangnya, di tengah perjalanan, ban motor mereka bocor. Jadilah kami memberikan mereka tumpangan. Satu motor kami digunakan oleh mereka. Satu motor terpaksa tarik tiga di tengah jalan yang berbatu dan penuh tanjakan. Berkali-kali motor kami nyaris tak bisa berjuang menaiki tanjakan. Nyaris pula motor terjun ke jurang.

Sepanjang perjalanan, kami berdoa agar gerimis tak berubah lebat. Syukur, doa kami seperti bermunajat. Langit hanya mengantarkan kami gerimis.

Di tengah perjalanan kami kembali tersesat, sehingga harus bertanya kepada orang yang ada di perkebunan sawit itu. Untungnya, ada beberapa pemuda yang mau mengantarkan kami hingga ke Kuala Parek.

Setelah empat jam menempuh perjalanan penuh rintangan, kami tiba di Kuala Parek yang menyuguhkan pemandangan memanjakan mata.Kuala_Patek_2

Meski perjalanan panjang dan penuh perjuangan, Kuala Parek tak rugi dikunjungi. Ia masih alami, belum dijamah tangan-tangan manusia yang tak bertanggungjawab.

Lokasinya bersih, penuh pepohonan, dan udara yang masih sejuk. Dari semua itu, yang paling menarik, adalah hamparan batu besar yang tersusun rapi. Begitu pula dengan karang cadas yang membelah sungai.

Belum lagi “air terjun” kecil yang turun dari celah bebatuan itu. Sayangnya, kami tidak berani turun ke sungai. Selain karena arus deras, kami was-was dengan gerimis yang terus membasahi bumi. Ancaman banjir bah masih menghantui.

“Cukup sekali saja, tidak mau lagi balik ke sini kalau ingat track yang harus ditempuh,” ujar Diah. Tapi, ia mengaku cukup menikmati pemandangan asri Kuala Parek. []

RAISA LUTHFIA

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.