Thursday, April 18, 2024
spot_img

Mengapa Saya Menolak Todung Jadi Jaksa Agung? (2)

Mengapa Saya Menolak Todung Jadi Jaksa Agung? (1)

Dana berlimpah yang diperoleh Yayasan Acehkita, membuat aneka insiatif bermunculan, termasuk dari perorangan di lapisan pengurus yayasan. Tak jelas dari mana datangnya, lalu berdirilah PT Mandiri Daya Dinamika (MDD).

Acehkita Setelah Tsunami
Begitu tsunami, Yayasan Acehkita kebanjiran dana sumbangan karena setiap organisasi (terutama asing) lebih mengenal nama acehkita melalui situs dan media yang kami terbitkan dua bahasa untuk membantu memperluas basis advokasi. Di Australia, misalnya, Departemen Luar Negeri RI melalui KBRI-nya pernah melarang sumbangan tsunami disalurkan melalui kami karena dianggap tidak “bersih diri” dan pro-GAM. Denny Indrayana yang tahu siapa kami dan terlibat dalam penggalangan dana dari masyarakat Australia, tentu berang dibuatnya.

Tapi membanjirnya dana bantuan tak berkorelasi dengan pundi-pundi orgnanisasi media. Selain mandat uang itu bukan untuk situs dan majalah, secara keuangan kami juga punya pagar api (firewall), agar duit bantuan kemanusiaan tak tercampur dengan operasional organisasi.

Dalam sebuah surat terbuka kepada para board Yayasan Acehkita, jurnalis Farid Gaban (Pena Indonesia) melukiskan keadaan organisasi media kami di tengah berlimpahnya dana tsunami:

“Saya menyadari, baik Pena maupun AcehKita, tak memiliki cukup banyak uang. Kala itu kami menyewa kamar hotel (bukan ruang meeting) murah untuk penyelenggaraan training dua hari, ditemani nasi bungkus seadanya. Kami percaya, bukan besarnya uang yang penting, tapi seberapa besar niat kita.” (Ditulis 28 Oktober 2005).

Karena uang sumbangan tsunami berlimpah, Yayasan Acehkita lalu membentuk unit baru bernama Rumohkita. Ini adalah unit yang dibentuk guna mengelola dana bantuan, termasuk menyalurkan bantuan ke masyarakat korban. Jadi, kini Yayasan Acehkita memiliki dua kegiatan: media alternatif (karena perang juga masih berlanjut) dan unit kemanusiaan. Rumohkita sendiri dikoordinasi langsung oleh Smita Notosusanto dan Risman A Rachman. Tak ada wartawan atau orang-orang redaksi yang ikut campur mengelola dana kemanusiaan.

Karena itu, kami pun membuat sistem baru aturan main pencairan uang. Tanda tangan saya sebagai Pemimpin Redaksi tidak diperlukan dalam pencairan cek di Rumohkita. Tanda tangan saya hanya laku untuk urusan-urusan media.

Saking ketatnya pagar api, sejak yayasan banyak menerima dana, media kami tidak pernah digunakan untuk mempublikasikan rincian sumber dana, penyalurannya ke masyarakat, serta apa saja program kegiatannya. Padahal situs dan majalah acehkita, dapat dijadikan sarana untuk mempertanggungjawabkan pemakaian dana tersebut kepada publik. Belakangan kekakuan yang sangat ketat antara acehkita dan Rumohkita ini mulai dilonggarkan dalam bentuk publikasi kegiatan-kegiatan Rumohkita. Tapi urusan rincian nominal, tetap tak pernah disampaikan yayasan kepada redaksi.

PT Mandiri Daya Dinamika
Dana berlimpah yang diperoleh Yayasan Acehkita, membuat aneka insiatif bermunculan, termasuk dari perorangan di lapisan pengurus yayasan. Tak jelas dari mana datangnya, lalu berdirilah PT Mandiri Daya Dinamika (MDD).

Pada awalnya saham PT MDD dimiliki oleh Smita Notosusanto, Risman A Rahman, dan dua nama lain yang tak ada sangkut pautnya dengan Yayasan Acehkita. Tapi belakangan, operasional PT MDD ini mulai menggunakan dana yayasan dengan status pinjaman. Kendati, bagian keuangan tak pernah melihat perjanjian pinjam-meminjam yang jelas, termasuk term-term pengembaliannya.

Selain itu, MDD juga menggunakan gedung dan infrastruktur kantor untuk menjalankan roda bisnis yang dinakhodai Smita Notosusanto. PT MDD antara lain bergerak di bidang rental mobil di Banda Aceh. Lima unit mobil baru dibeli dan dikirim ke Aceh untuk disewakan secara komersial. Pertanyaannya: apakah dibenarkan dana yang oleh donatur (funding) dimaksudkan untuk membantu korban tsunami, justru dipakai untuk menjalankan roda bisnis PT MDD? Apalagi, dana-dana itu dikucurkan di masa tanggap darurat, di mana pemakaiannya sangat mendesak untuk kepentingan para survivor korban tsunami.

Bagian keuangan juga menginformasikan kepada SePAK (Serikat Pekerja Acehkita) bahwa Smita pernah berusaha menggunakan rekening PT MDD untuk menampung dana program dari Green Peace yang seharusnya disetor ke rekening euro Bank Mandiri milik Yayasan Acehkita. Padahal, Green Peace mempercayakan pengelolaan dana program kepada Yayasan Acehkita dan bukan PT MDD. Beruntung, pihak Green Peace segera menyadari hal ini dan meminta klarifikasi kepada Smita. Dari bagian keuangan pula terkonfirmasi bahwa dana untuk membeli mobil usaha rental PT MDD itu adalah dana Yayasan Acehkita.

Beberapa kali terjadi pinjam-meminjam antara dana media dengan dana kemanusiaan yang dikelola Rumohkita. Tapi setelah mengetahui bahwa dana media juga dipinjam untuk memuluskan usaha rental mobil PT MDD, sejak itu pula saya selalu menolak menandatangani cek, kecuali untuk honor wartawan, biaya cetak, dan operasional media. (bersambung)

Previous article
Next article
Redaksi
Redaksihttp://www.acehkita.com
ACEHKITA.COM hadir sejak 19 Juli 2003. Kami bisa dihubungi via @acehkita, redaksi[at]acehkita[dot]com

Baca Tulisan Lainnya

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Stay Connected

0FansLike
21,903FollowersFollow
24,400SubscribersSubscribe
- Advertisement -

TERBARU