BANDA ACEH | ACEHKITA.COM — Koalisi Aksi Bersama Penyelamatan MoU Helsinki dan UUPA meminta agar Mahkamah Konstitusi meminta maaf kepada rakyat Aceh. Putusan Mahkamah yang mencabut Pasal 256 UU Pemerintahan Aceh dinilai menyebabkan kekisruhan politik di Aceh.
Mahkamah Konstitusi dipersalahkan atas keputusan Nomor 35/PUU-VIII/2010 yang mencabut Pasal 256 UU No 11/2006 tentang calon independen yang hanya berlaku satu kali di Aceh. “MK harus bertanggungjawab dan segera mencabut putusan itu demi menyelamatkan perdamaian Aceh,” kata Hendra Fauzi, koordinator Koalisi, dalam pernyataan tertulis yang dibagikan pada aksi mereka di kantor DPRA, Selasa (15/11).
Hendra menilai keputusan Mahkamah Konstitusi itu melanggar UUD 1945 dan merusak MoU Helsinki dan UUPA. Padahal, UUPA dan MoU Helsinki, kata Hendra, merupakan konsensus politik dan produk hukum yang mengikat kembali Aceh dalam bingkai NKRI.
Dalam sidang paripurna pada 28 Juni lalu, DPRA menolak putusan Mahkamah Konstitusi yang mencabut pasal yang membatasi calon independen. Hendra mengatakan, penolakan juga dilakukan masyarakat di berbagai kabupaten/kota serta politikus lokal dan nasional.
“Rekomendasi Forbes DPR/DPD baru-baru ini perlu menjadi bahan pertimbangan MK untuk mengambil sikap tegas penyelesaian konflik regulasi pilkada Aceh sesuai MoU Helsinki dan UUPA,” ujarnya.
Hendra yang memimpin Komite Mahasiswa dan Pemuda Aceh gencar melancarkan unjukrasa menuntut penundaan pilkada di sejumlah daerah. Dalam aksi di depan gedung Parlemen siang tadi, mereka juga meminta agar Uni Eropa turun tangan menyelesaikan konflik regulasi pilkada. []