PIDIE | ACEHKITA.COM –Tidak seperti tahun-tahun sebelumnya, pada malam pertama Hari Raya Idul Fitri tahun ini, tak ada suara ledakan meriam karbit di Pidie. Unsur muspika setempat menghimbau, warga untuk memfokuskan kepada takbiran. Karenanya, para pemain karbit sepakat piasan raya tersebut digeser ke malam lebaran kedua.
Di kemukiman Reube, Kecamatan Delima Pidie, misalnya, setiap menjelang penutup Ramadhan, dipinggiran sungai yang membatasi Desa Mesjid dan Cot, biasanya telah diatur berjejer drum-drum karbet. Tapi, hingga sore ini, beberapa pemuda masih sedang membuat panggung kecil, penopang drum karbet.
“Mungkin nanti malam lah baru kami naikkan drum karbit,” kata Nasir Randi (28), pemuda Gampoeng Cot, yang dihubungi acehkita.com, Senin (29/8) sore, dari Banda Aceh.
Selain himbauan pelarangan tersebut, Nasir menjelaskan, ada beberapa alasan tak ada teut karbet, malam ini. “Satu sisi hari rayanya belum jelas antara besok atau lusa. Kemudian warga kampung sebelah, Desa Cot untuk tahun ini nggak ada karbit. Kalau ada pun tidak banyak, sehingga tidak ada lawan tanding,” jelas Nasir.
Tapi, sebut ia, apabila malam nanti ada yang suara karbit dari kecamatan tetangga, maka mereka juga akan beraksi. “Kita mana ada tahan. Kalau ada yang mulai, kita juga akan main.”
R. A. Karamullah, warga Reubee mengatakan, di desanya pemuda telah mengatur berjejer meriam bambu. “Nanti malam mungkin difokuskan ke takbiran. Saya lihat mereka sedang mendekor mobil takbiran keliling. Dan kalau dibakar, meriam bambu dulu. Karena meriam karbit lagi dibuat penopangnya,” kata Karamullah.
“Di Desa Ceue, Kecamatan Pidie yang sudah diatur karbit. Tapi yang saya tahu, nanti malam tidak dimainkan dulu. Karena fokus ke takbiran. Kalau dimainkan, biasa macet sampai lima kilometer,” lanjutnya.
Permainan rakyat ini memang telah menjadi tradisi di beberapa kacamatan di Pidie. Walaupun suara yang dihasilkan bagai ledakan bom, tapi tak ada larangan untuk memainkannya. Bermainnya dilakukan pada malam pertama Hari Raya Idul Fitri. Penonton yang datang beragam, dari tiap kabupaten. Malahan dari Aceh Besar, dan Pidie Jaya kadang ikut menyaksikan.
“Biasa menghabiskan sampai 25 juta lebih. Tapi karena tahun ini nggak ada lawan tanding diseberang sungai, habisnya nggak terlalu banyak. Hanya sekitar tujuh juta,” ujar Nasir. []