Tuesday, April 23, 2024
spot_img

Kota Arang, Kisah Belanda Kecil

SURYA sibuk mengulek pecel untuk langganannya. Sudah beberapa tahun belakangan ini, Surya menjajakan makanan yang terdiri atas sayuran, seperti kacang panjang, ayam, taoge yang disiram dengan kuah sambal kacang di Sawahlunto.

“Di sini cuma rame kalau hari Minggu,” ujarnya.

Bangunan peninggalan Belanda. | FOTO: Muslim Ramli/SUARA USU
Sambil terus melakukan pekerjaan, perempuan separuh baya ini menceritakan tentang pengalaman hidup di Sawahlunto, yang juga dikenal dengan Kota Arang. Selain Kota Arang, Sawahlunto juga dikenal dengan sebutan Kota Kuali. Alasannya, karena di sana terdapat sebuah lobang besar hasil tambang batubara yang berbentuk kuali.

“Dulu, di sini rame. Banyak orang luar yang datang untuk bekerja sebagai penambang. Namun, setelah tahun 2000 kebanyakan dari mereka meninggalkan kota ini. Pertambangan batubara dihentikan,” kata Surya sembari memasukkan kacang sebagai bumbu tambahan ke dalam ulekan.

Surya sendiri mengaku sejak pertambangan batubara tidak bisa diproduksi lagi, kehidupan masyarakat setempat sangat kacau. Banyak yang ‘lari’ ke pulau Jawa dan Kalimantan untuk mencari pekerjaan baru. Kejadian ini terus berlangsung hingga Amran Nur, walikota Sawahlunto yang terpilih tahun 2003 lalu mengambil sikap terhadap kota yang semakin sepi.

Ia menceritakan bagaimana ia harus merelakan rumahnya pindah ke lokasi lain untuk tujuan wisata. Lokasi tempat gedung Info Box yang kini berdiri adalah lahan bekas rumahnya dulu. Setelah mereka mendapat uang ganti, mereka baru pindah ke lokasi lain tidak jauh dari rumah sebelumnya.

Info Box sendiri adalah bangunan yang baru dibangun oleh pemerintah Kota Sawahlunto sebagai tempat penyajian informasi tentang peninggalan sejarah. Tempat ini juga dijadikan sebagai galeri tambang batubara. Ini terlihat dari banyaknya foto-foto masa lalu dan beberapa pajangan informasi sejarah di dinding-dinding bangunan.

Setelah Info Box berdiri, pemerintah membangun sejumlah toko di dekat bangunan tersebut. Di sana ada kantin Dela Surya yang menjual pecel dan minuman ringan, Galeri Kota Sawahlunto, toko kerajinan tangan, dan beberapa bangunan lain.

“Kantin ini tidak disewakan. Kami mendapatnya secara gratis untuk melayani wisatawan,” ungkap Surya sambil menunjukkan plang yang bertuliskan “Kantin Dela Surya” miliknya.

Tepat di belakang kantin Dela Surya, terdapat sebuah torowongan yang dinamakan Lubang Suro. Syahdan, terowongan ini merupakan salah satu dari sekian ratus bangunan bersejarah yang ditinggalkan kolonial Belanda. Lubang Suro ini merupakan lubang batubara pertama yang dibuat oleh orang-orang rantai pada tahun 1898. Kata “Suro“ sendiri diambil dari nama seorang mandor yang mengawasi penggalian lubang ini. Namanya adalah Mbah Surono.

Orang-orang rantai di sini adalah tahanan yang didatangkan dari pulau Jawa . Mereka diharuskan kerja paksa. Kaki, badan, dan tangan dirantai. Mereka hidup dalam penjara dan hanya menerima upah rendah untuk pekerjaan yang mereka geluti setiap hari.

Sebelum memasuki lubang ini kita akan mendapati tiga patung yang mengambarkan kondisi penggalian pada masa itu. Sebuah patung yang berdiri gagah sambil menggunakan stelan baju zaman kolonial dan memegang tongkat mengawasi dua pekerja yang sedang mendorong lori (gerobak) yang berisi batubara.

“Dulu lubang ini ditutup karena dianggap berbahaya. Airnya penuh hingga mencapai atas,” ujar Willison, penjaga sekaligus guide untuk masuk ke dalam torowongan. Sambil terus turun ke bawah, Wil banyak menjelaskan tentang Lubang Suro. Dari gaya dia bicara, rasanya sudah berpengalaman banyak terhadap profesi ini.

“Awal tahun 2007 pemerintah berinisiatif membuka kembali lubang ini. Kita butuh waktu 23 hari tanpa henti untuk menyedot semua air dalam lubang,” katanya lagi.

Kereta api peninggalan Belanda. | FOTO: Muslim Ramli/SUARA USU
Lantai yang dulunya rel tempat berjalannya lori disulap menjadi tangga-tangga yang terbuat dari semen. Ini bertujuan agar pengunjung tidak jatuh. Terowongan yang mempunyai tinggi sekitar dua meter ini masih dihiasi batubara asli di dinding-dindingnya.

Kondisi di dalam terowongan cukup gelap sebenarnya mengingat berada di bawah tanah. Tapi pemerintah telah memasang beberapa lampu disetiap sudut yang dianggap pas. “Sementara ini jarak terowongan yang diperbolehkan untuk dikunjungi adalah 186 meter,” katanya lagi.

Terowongan ini sebenarnya bisa tembus kedua tempat berbeda. Satu ke gudang ransum— tempat dapur umum berada—dan satu lagi tembus ke gedung Pembangkit Listrik Tenanga Uap yang kini dibangun Masjid Agung Nurul Islam.

Tidak jauh dari Masjid Agung, kita akan menemukan sebuah museum kereta api. Dulu, museum ini adalah stasiun kereta api yang dibangun oleh kolonial Belanda pada tahun 1918.

Afrijal sedang mengamati Mak Itam—satu-satunya kereta api yang masih berfungsi hingga sekarang—ketika saya temui. Sebenarnya dia hanya pegawai PT Telkom yang suka jalan-jalan sekitar museum saat jam istirahat kantor.

“Sejak 1894 kereta api ini dulu mengangkut batubara dari Sawahlunto ke Pelabuhan Teluk Bayur,” katanya.

Tidak hanya Afrijal, kebanyakan dari penduduk yang saya jumpai mampu menjelaskan sejarah dan kejadian masa lampau secara detail tentang kota ini.

Tidak hanya Mak Itam dan Lubang Suro yang membuat kota ini unik. Kalau kita berdiri dari atas Bukit Cemara atau sekedar mengelilingi kota, rasanya kita memang sedang berada dalam “Belanda Kecil”. Sebagian bangunannya masih asli dan berarsitektur Belanda. Rumah, hotel, toko , gereja, dan beberapa bangunan pemerintahan lainnya.

Inilah Belanda Kecil, kota tempat orang-orang rantai dulunya dibantai. Tempat moyang kita menderita. Kini mereka berhasil mengemasnya menjadi sebuah peninggalan sejarah yang memukau. Berhasil meningkatkan peradaban tentang marwah negara kita. Kota Arang yang jaya dengan batubara. Amran Nur berhasil membuktikan bahwa kini Kota Kuali, bukan lagi kota mati!

* Penulis adalah Koordinator Online di Pers Mahasiswa SUARA USU. Mahasiswa Teknologi Informasi Universitas Sumatera Utara.

Redaksi
Redaksihttp://www.acehkita.com
ACEHKITA.COM hadir sejak 19 Juli 2003. Kami bisa dihubungi via @acehkita, redaksi[at]acehkita[dot]com

Baca Tulisan Lainnya

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Stay Connected

0FansLike
21,903FollowersFollow
24,500SubscribersSubscribe
- Advertisement -

TERBARU