Ekspedisi Indonesia Biru

BANDA ACEH | ACEHKITA.COM — Ekspedisi Indonesia Biru sudah memasuki usia delapan bulan, hari ini. Sejak memulai perjalanan pada 1 Januari 2015 lalu, Ekspedisi Indonesia Biru sudah menjelajah sejumlah kawasan di Kepulauan Jawa dan Indonesia bagian Timur sana.

Bagaimana perjalanan tujuh bulan Ekspedisi Indonesia Biru?

Ekspedisi Indonesia Biru beranggotakan dua jurnalis muda, yaitu Dandhy Dwi Laksono dan Suparta Arz. Mereka memulai ekspedisi tanpa sponsor ini dari kantor mereka, WatchdoC di Pondokgede, Bekasi.

Menggunakan sepeda motor bebek 125cc modifikasi, mereka menuju permukiman suku Baduy di Provinsi Banten. Dari sana mereka menuju Kasepuhan Ciptagelar (masih di Banten) dan perlahan-lahan menjelalah ke bagian lain di Pulau Jawa, sebelum menyeberang ke Pulau Bali dan sejumlah kepulauan di Indonesia bagian Tengah dan Timur.

Saat ini, Dandhy dan Suparta tengah menjelajahi Ternate, setelah sebelumnya tiga pekan lamanya menyusuri dan mendokumentasikan perjuangan kaum Mahuze mempertahankan tanahnya di Meurauke, Papua.

Tidak semua jengkal ekspedisi ini diarungi menggunakan sepeda motor. Saat menyeberang ke Merauke, Dandhy dan Ucok menitipkan sepeda motor mereka di Makassar, Sulawesi Selatan. Hal ini dilakukan untuk efisiensi, selain karena moda transportasi antarpulau terlalu mahal.

“Kedua motor sudah berada di Sulawesi karena perjalanan antarpulau di Indonesia Timur terlalu mahal bila membawa serta kendaraan,” ujar Dandhy seperti dikutip dari laman Ekspedisi Indonesia Biru, Sabtu (1/8/2015).

Alasan lain, tidak semua kota di Indonesia Timur terhubung jalan, seperti antara Merauke ke Sorong.

Menurut Dandhy, ada kalanya mereka singgah di pulau-pulau kecil yang bisa dikitari hanya berjalan kaki, seperti Dodola di Morotai atau Tidore yang lingkar pulaunya hanya 46 kilometer per segi. “Satu jam selesai dikitari berjalan kaki,” ujar mantan Pemimpin Redaksi acehkita.com ini.

Banyak suka dan duka selama perjalanan Ekspedisi Indonesia Biru. Selama perjalanan ini, mereka disambut baik warga lokal. Mereka menginap di rumah penduduk. Keramahan hati penduduk yang mereka jumpai sangat mendukung perjalanan jurnalistik dua jurnalis ini.

“Kami mengandalkan budi baik dari kawan-kawan atau warga lokal yang sudah meminjamkan kendaraan roda duanya,” sebut Dandhy.

Selama perjalanan, satu alat dokumentasi mereka rusak. Kamera Sony terpaksa menyerah pada laut Sawu di Lamalera, Nusa Tenggara Barat.

Suparta “Ucok” Arz juga sempat masuk ke rumah sakit akibat terganggunya saluran pencernaan. “Kebanyakan makan mie instan,” kata lekaki Geumpang, Pidie, itu.

Ya, selama perjalanan di tengah laut, ia acap menyantap mie instan. Jadilah, pada pukul 04.50 WITA, Ucok dilarikan ke Instalasi Gawat Darurat RSUD Ende, Nusa Tenggara Timur.

Sebelumnya, naas juga menimpa Ucok. Kakinya terkilir sejak di Ciptagelar, Banten. Namun, proses penyembuhan baru dilakukan serius ketika tiba di Bali. Ia diurut oleh I Nyoman Sadra, tokoh desa adat Tenganan Pegringsingan (Karangasem).

Tujuh bulan Ekspedisi Indonesia Biru telah melahirkan karya-karya monumental. Sebutlah misalnya dokumenter Baduy, Semen vs Samin, Kala Benoa, Lewa di Lembata, dan menyusul The Mahuzes –selain tulisan laporan feature dan foto tentang betapa kayanya budaya dan alam Indonesia. []

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.