PENGANTAR — Tulisan ini dimaksudkan sebagai rangkaian ikut serta merayakan ulang tahun Persiraja Banda Aceh ke 61. Reza Fahlevi menulisnya pada medio 2011 sepulang Tim Lantak Laju usai berhasil meraih runner up Divisi Utama Liga Indonesia musim 2010/2011, sebagai salah satu prestasi terbaik yang pernah diraih tim yang bermarkas di Stadion H Dimurthala Lampineung.
_____
Tak biasanya bandar udara Blang Bintang dipenuhi kerumunan orang di malam hari. Tapi pada Sabtu (28/5/2011) malam, bandara itu penuh sesak oleh ratusan orang mengenakan kaos berwarna orange. Sesekali mereka bersorak.
Mereka adalah para skuller, wadah berhimpunnya pendukung Persiraja Banda Aceh. Sejak pukul 20.00 WIB, mereka menunggu tim kesayangannya pulang setelah bertanding di partai final Divisi Utama Liga Indonesia di Solo, Jawa Tengah. Dua kalungan bunga pun sudah disediakan untuk menyambut kedatangan Andrea Cs.
Ketika jarum jam bergerak ke angka 21.30, terdengar aba-aba bahwa yang ditunggu segera mendarat. Dua barisan pun dibentuk oleh para Skuller sambil mendendangkan lagu untuk tim lantak Laju. Sesekali terdengar dentuman drum.
Lima belas menit kemudian, yang ditunggu datang juga. Sang Kapten Persiraja, Abdul Musawir yang berjalan di barisan depan langsung disambut pengalungan bunga oleh Walikota Banda Aceh Mawardi Nurdin. Musawir lantas menyerahkan piala runner-up ke Pak Walikota. Sambutan hangatpun terdengar jelas dari Skuller, “champione, champione, ale, ele, ele.” Petikan lagu ala liga Champions di Eropa itu pun berkumandang di Bandara Sultan Iskandar Muda, Blang Bintang.
Semua larut dalam efouria. Persiraja memang gagal menjadi juara. Namun, keberhasilan maju ke Liga Super Indonesia dianggap prestasi besar yang harus diberi diapresiasi. Walhasil, pesta penyambutan pun digelar.
Tak menunggu lama, satu persatu pemain Persiraja masuk ke dalam bus yang sudah menunggu untuk melakukan konvoi bersama. Paling depan mobil patroli, menyusul di belakangnya mobil yang membawa Walikota langsung beranjak menuju kota Banda Aceh. Sampai di perbatasan Aceh Besar, para pemain turun bus dan naik ke mobil bak terbuka bertingkat dua yang bertuliskan, ‘Welcome, Go to ISL’.
Arak-arakan pun berjalan. Sesekali kembang api terlontar ke atas. Malam itu, Persiraja seperti baru saja memenangkan Liga Champions Eropa. Sepanjang rute perjalanan yang melewati Jalan Teungku Imum Lueng Bata, banyak masyarakat antusias menyambut kedatangan Persiraja seolah baru saja menjadi sang jawara Liga Indonesia. Tapi, begitulah, fanatisme terkadang tak peduli kalah menang.
Konvoi sepanjang 500 meter kenderaan menyuarakan terompet dan klakson. Jalanan dipenuhi dengan pakaian berwarna orange. Sesampai di Simpang Surabaya para peserta konvoi belok ke arah ke jalan Muhammad Hasan hingga ke terminal baru. Lalu belok lagi ke arah Simpang Surabaya.
Euforia belum berakhir. Perjalanan dilanjutkan ke Simpang Jambo Tape menuju Simpang Lima dan langsung ke arah Setui. Di depan bekas terminal lama, konvoi berbalik arah menuju Taman Sari, tepat di depan kantor Walikota.
Di Taman Sari, para pemain Persiraja turun dari mobil terbuka. Kelelahan terpancar jelas di wajah mereka. Itu sebabnya, mereka langsung bertukar mobil ke bus yang telah menunggu untuk membawa mereka pulang ke penginapan.
“Ini merupakan sebuah antusiasme untuk menunjukan kepada masyarakat bahwa Persiraja ke depannya bisa lebih termotivasi. Ini juga mencerminkan sebuah euforia terbesar,” kata ketua Skull, Teuku Iqbal Djohan, usai konvoi.
Iqbal tak lupa berpesan agar manajemen Persiraja mempertahankan Pelatih Persiraja Herry Kiswanto. “Karena dia sudah mengharumkan nama Persiraja,” ungkapnya.
Malam terus bergerak. Lima belas menit lagi, hari berganti. Para skuller pun membubarkan diri seiring menghilangnya bus yang membawa pemain Persiraja. Sambil beranjak, sayup-sayup masih terdengar lagu,”champione, ale, ale…”[]
Reza Fahlevi, jurnalis pecinta Persiraja
[Sumber: https://goresanreza.blogspot.com/2011/12/champione-ale-ale-ala-persiraja.html]
