Wednesday, April 24, 2024
spot_img

KHUTBAH | Bagaimana Cara Islam Mengubah dan Membangun?

ISLAM adalah jalan suci dari Allah SWT, sekaligus memberikan konsep pengelolaan kehidupan secara fundamental dan komprehensif yang mesti dijalankan umat manusia, terutama umat Islam yang beriman. Islam tidak terlalu banyak membicarakan tentang sanksi dan hukuman. Tetapi dia memberikan ajaran yang begitu seimbang dalam berbagai sisi (aqidah, akhlak, spiritualitas, ibadah baik mahdhah maupun ijtima’iah, muamalah, ilmu pengetahuan, keadilan, kepemimpinan, lingkungan hidup, kemanusiaan, kesejarahan dan peradaban) misalnya.

Bahkan kebutuhan manusia sepanjang zaman yang selalu dinamis dan bergerak menjadi ajaran yang paling dominan dan mainstream yang disampaikan berkali-kali. Tentu saja apa yang disampaikan al Qur’an ini bukanlah sebuah prediksi seperti halnya ramalan ilmiah manusia maupun ramalan magic.

Ketepatan ajaran al Qur’an dan kesesuaiannya dengan segala ruang serta waktu membuktikannya sebagai referensi suci yang tak mungkin direkayasa dan sekaligus harus menjadi kebutuhan bagi orang-orang yang mau berpikir. Jika ditelusuri satu persatu ayat-ayat al Qur’an maka kita akan mendapatkan begitu banyak ayat yang bermuara kepada bagaimana membangun dan mengubah yang merupakan kepentingan manusia sepanjang dunia ini masih ada.

Strategi pembangunan dan perubahan yang disampaikan al Qur’an pun sangat mendasar dan menyeluruh dari berbagai sisinya (nilainya, jembatannya, pelakunya, strateginya, kekuatan dan filosofinya). Sehingga selama ajaran itu tak dapat dijalankan dengan baik maka selama itu pula pembangunan dan perubahan yang benar, mencerdaskan dan menyelamatkan tidak bisa jalan. Betapapun banyaknya uang dan undang-undang bikinan manusia lahir. Apalagi untuk melahirkan peradaban yang baik seperti yang diinginkan, tentu semakin tidak memungkinkan.

Karena itu pula manakala para malaikat memprotes dan mempertanyakan Allah tentang penciptaan Adam (manusia) sebagai khalifah (al Baqarah: 30), Allah dengan tegas memberikan jawaban-jawaban tentang berbagai fungsi yang akan dijalankan Adam atau seorang khalifah. Serta hal itu tak akan mungkin dijalankan para malaikat (dapat dilihat dalam surat al baqarah ayat 30 – 34).

Hingga para malaikat pun bersujud karena kekhalifahan dan kelebihan ilmu manusia. Meskipun para iblis karena arogansi dan spirit over senioritasnya (baca: merasa lebih tua serta paham) tak mau bersujud. Tentang hal ini berkali-kali juga disampaikan dalam ayat-ayat lain. Jadi, Adam ‘alaihi salam sebagai manusia dan nabi pertama seperti disampaikan al qur’an hanya bisa membangun dan merubah dengan nilai dirinya serta kelebihan ilmu pengetahuan yang berasal dari Allah.

Lebih tegas lagi, dan menjadi perintah yang paling utama pula manakala Muhammad SAW sang penutup segala nabi, diangkat menjadi rasul, menerima perintah berkali-kali untuk membaca (tanpa dikhotomi) seperti diuraikan dalam surat al Alaq ayat 1 – 5. Lagi-lagi terkait sumberdaya manusia. Ilmu pengetahuan juga menentukan dan mempertanggungjawabkan keimanan—memiliki korelasi erat seperti disampaikan dalam berbagai ayat. Bahkan keduanya (keimanan dan ilmu pengetahuan) menjadi prasyarat utama peningkatan martabat seseorang, sebuah komunitas, umat, bangsa dan negara seperti dinyatakan dalam Surat al Mujadalah ayat 11.

Sebuah pembangunan dan perubahan yang benar akan terwujud jika berpadu keimanan dan ilmu pengetahuan. Ini dilakukan oleh seorang yang memiliki personal value (nilai pribadi) yang mumpuni serta tanpa pasrah. Dan tidak salah menerjemahkan kehendak atau intervensi Tuhan.

Sebaliknya pelaku perubahan dan pembangunan mampu mentransformasikan kewenangan kekhalifahan secara baik, bukan berarti Allah tak mampu merubah tetapi Allah selalu menguji dan membuat cerdas manusia. Maka dalam berbagai ayat dinyatakan, misalnya dalam surat al Anfal ayat 53 dan Surat al Ra’du ayat 11 tentang betapa perubahan itu amat sangat terkait dengan pribadi orang-orang yang ingin berubah atau mengubah.

Kelebihan ilmu pengetahuan dan teknologi akan mampu menjelaskan serta menyelesaikan berbagai persoalan yang memang layak dihadapi oleh para manusia sebagai khalifah. Artinya pula semakin banyak ujian (bencana, pengalaman konflik dan tantangan ujian lainnya) yang dihadapi, mestinya harus semakin cerdas serta arif pula masyarakat yang menghadapinya— bukan justru sebaliknya.

Seharusnya bencana selalu melahirkan temuan baru yang bermanfaat, pengalaman konflik harus menciptakan kultur cinta damai dan sejarah kemunduran harus menjadi energi positif untuk mencapai masa-masa depan yang berkeemasan. Karena itu pula al Qur’an menyatakan masa depan adalah sejarah (al Hasyr: 18), yang berarti pula bahwa masa lalu adalah nilai, pengalaman, cermin dan guru paling berharga.

Tetapi sekali lagi, pembangunan dan perubahan masa depan sebagai sejarah berke-emasan juga hanya dapat dilaksanakan oleh personal dan manusia yang memiliki nilai dengan perpaduan keimanan dan ilmu pengetahuan seperti dicontohkan rasulullah dalam pembangunan Mekkah dan Madinah. Hal mana kemauan melakukan pembangunan dan perubahan revolusioner itu memang datang dari rasul. Lalu membentuk masyarakatnya sebagai kekuatan perubahan dengan mentransformasikan mereka menjadi orang-orang beriman, berilmu dan berakhlak.

Dengan demikian pembangunan dan perubahan di Aceh, yang telah mengalami begitu banyak pengalaman konflik, bencana dan sebagainya harus pula dilaksanakan secara benar, mencerdaskan dan menyelamatkan menuju kesejahteraan serta kemenangan dunia akhirat. Gambaran persoalan yang tidak mudah selalu dapat diselesaikan dengan kekuatan iman, ilmu dan nilai pribadi para pemimpin serta masyarakatnya yang harus segera meninggalkan kebiasaan suka berkonflik.

Dalam membangun dan merubah, Islam telah memberikan arahan jelas akan kebutuhan tersebut. Pertama, aqidah dan ilmu pengetahuan sebagai kekuatan perubahan; Kedua, nilai pribadi para pemimpin dan rakyat selaku operator (baca: pelaksana) perubahan; Ketiga, jembatan pembangunan/perubahan yaitu lembaga kepemimpinan yang baik dan semacamnya, termasuk organisasi atau tempat perkumpulan manusia untuk memperoleh kebaikan. Serta keempat, Persaudaraan, kekompakan dan perdamaian.

Keempat cara membangun dan merubah dalam kajian Islam dimaksud setidaknya dapat kita jadikan tauladan dari risalah Nabi Muhammad SAW yang dalam beberapa bulan kedepan secara ke-Acehan, kita peringati dalam ritual maulid. Semoga Allah turut mengilhami kita semua dalam mencerdaskan, menyelamatkan dan mensejahterakan Aceh ke depan. [a]

* KHATIB Jumat di Masjid Raya Baiturrahman adalah Muhammad Nazar, S.Ag, Wakil Kepala Pemerintahan Aceh
** Materi Khutbah Jumat disiarkan atas kerjasama redaksi acehkita.com dengan Tabloid Jumatan Gema Baiturrahman. Versi daring tabloid ini bisa diakses di alamat: www.gemabaiturrahman.com.

Redaksi
Redaksihttp://www.acehkita.com
ACEHKITA.COM hadir sejak 19 Juli 2003. Kami bisa dihubungi via @acehkita, redaksi[at]acehkita[dot]com

Baca Tulisan Lainnya

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Stay Connected

0FansLike
21,903FollowersFollow
24,500SubscribersSubscribe
- Advertisement -

TERBARU