Friday, April 26, 2024
spot_img

Kenangan Seorang Sahabat

PENGANTAR REDAKSI:
Tulisan ini pernah dimuat di Majalah ACEHKINI. Teungku Muhammad Usman Lampoh Awe, kolega Hasan Tiro, meninggal pada Jumat (3 Oktober 2008) akibat sakit di Rumah Sakit Umum Sigli.

MASIH segar dalam ingatan Tengku Muhammad Usman Lampoh Awe perangai Tengku Hasan Muhammad Ditiro, yang di kalangan Gerakan Aceh Merdeka dikenal sebagai Wali Nanggroe. Suatu hari usai pendeklarasian Aceh Merdeka pada 1976, Usman Lampoh Awe menyodorkan selembar surat kepada Hasan Tiro.

Sebelum Hasan Tiro membaca surat itu, dia menyuruh Usman Lampoh Awe untuk terlebih dulu mengecek kembali surat itu. “Coba baca dan periksa dulu,” perintah Hasan Tiro.

Seketika, Usman menjawab sudah dua kali membacanya. “Coba baca lagi,” ujarnya. Usman pun terpaksa membaca lagi surat yang dia ketik dengan mesin tik. Usai membaca untuk ketiga kalinya, Usman menyodorkan surat itu kepada deklarator Aceh Merdeka itu.

Hasan Tiro membaca dan menyapu huruf demi huruf yang tertulis di atas kerta tersebut. Aha, Hasan Tiro menemukan satu kesalahan yang diperbuat Usman. Di surat itu, Usman lupa membubuhi satu tanda koma.

“Berapa bulan sudah kalian bersama saya?” tanya Tiro kepada Usman dan Darul Kamal.

Dua orang kepercayaan Tiro hanya terdiam. Tiro lalu bilang, “Tanda koma itu sama posisinya dengan huruf-huruf lain, sama dengan huruf A, B, C. Kenapa dihilangin?” kata Tiro dengan intonasi tinggi.

Setelah mendapat teguran itu, Usman dan kawan-kawannya sangat hati-hati dalam mengetik surat. Di mata Usman, Tiro tak hanya telaten. Dia juga sangat rapi dan tegas. Saat menetap di Aceh usai mendeklarasikan Aceh Merdeka, Tiro menerima surat dari seseorang yang meminta jabatan.

Surat pertama dan kedua didiamkan saja. Baru pada surat ketiga, Tiro mengutus Usman dan Ir Asnawi mengecek latar belakang orang yang meminta jabatan tersebut. “Sebelum kita mengangkat seseorang sebagai pemimpin, kita harus tahu dulu apa yang sudah diperbuat orang itu,” kata Hasan Tiro. Kata-kata itu sampai sekarang masih membekas di benak Usman.

Yang paling diingat Usman dari sosok Hasan Tiro adalah kerapian. Tiro adalah sosok pekerja keras, tak mengenal lelah dan mempunyai watak yang keras. Tak jarang, Usman sering dimarahi Tiro. Tapi, kata Usman, tak sembarang orang akan dimarahi Tiro. “Saya, Darul Kamal, dan Dr Husaini yang sering dimarahi Wali,” kata Usman kepada ACEHKINI beberapa waktu lalu.

Ketiga orang inilah yang sering menjadi sasaran jika Tiro marah. Menurut Usman, Hasan Tiro berani memarahi mereka karena, “kamoe ureueng dalam, hahaha..” kata Usman.

Hasan Tiro juga sangat memperhatikan kesempurnaan kerja. Pernah, saat pindah asrama (maksudnya kam), Hasan Tiro langsung memulai kerja. Padahal, saat itu sudah larut malam. “Kalau pindah asrama, yang pertama dikerjakan adalah membuat meja,” kata Usman.

Tiro juga selalu memberi contoh kepada mereka. Usai bekerja Tiro selalu membereskan meja kerjanya. Nyaris tak ada satu kertas pun yang tercecer di meja dan ruang kerja. Begitu juga, jika mau menulis surat, selalu dilakukan Tiro saat surat tersebut mau dikirim atau dititip. “Biasa ditulis waktu pagi atau waktu mau berangkat,” kata dia. “Ini dilakukan biar kalau digerebek musuh, tidak ditemukan barang bukti apa pun.”

Kehati-hatian Hasan Tiro tak terlepas dari pengalamannya dalam memimpin gerilyawan. Sebelum mendeklarasikan Aceh Merdeka di Gunong Halimon Pidie, 4 Desember 1976, Hasan Tiro pernah mengikuti pendidikan non-formal taktik gerilya. Metode gerilya ini pula yang diterapkan Tiro saat mendidik angkatan bersenjata pertama Aceh Merdeka di sebuah kamp di Libya. Makanya, Tiro selalu mewanti-wanti bawahannya untuk selalu sigap dalam segala kondisi.

Kendati mempunyai watak keras, Tiro tak arogan dalam memerintah. Usman pernah disuruh membuat sketsa pekerjaan yang akan dilakoninya. Saat itu, Tiro menyuruh Usman menyebarkan selebaran keberadaan Aceh Merdeka di kawasan Medan. Sebelum Usman melaksanakan tugas, Tiro terlebih dahulu bertanya strategi yang akan digunakan Usman: siapa yang akan ditemui, melalui jalan mana akan ditempuh.

Saat itu, Usman menyebutkan beberapa orang dan kawasan yang akan dikunjungi. Ada beberapa target yang disebutkan Usman dibatalkan Tiro. Pernah juga, saat menerima tugas lain, Usman ajukan protes karena Tiro tak pernah menentukan target yang jelas.

“Tengku, kenapa tidak ditetapkan saja. Tinggal kami jalankan saja,” protes Usman suatu ketika.

“Saya tidak mau orang menipu saya. Kalau saya tentukan, nanti kalian tidak bisa menjalankannya,” Tiro memberi alasan, “tapi kalau kalian yang tentukan, pasti bisa dilaksanakan.”

Itu adalah sekelumit kenangan Usman selama Tiro berada di Aceh setelah mendeklarasikan pemberontakan terhadap Jakarta. Setelah kembali lagi ke pengasingan di Amerika, Tiro dan Usman tetap saling berkomunikasi. Maklum, selain karena keterikatan secara garis perjuangan, Tiro dan Usman mempunyai hubungan darah. Mereka adalah sepupu.

Usman termasuk salah satu orang yang berani membantah Hasan Tiro. Dalam sebuah rapat di rumah Hasan Tiro di kawasan Alby, Stockholm, Swedia, Hasan Tiro pernah terlihat sangat marah, karena para gerilyawan GAM dinilai tak lagi gesit dalam melawan pemerintah Indonesia.

Orang kepercayaan yang diserahi mandat menjabat Menteri Keuangan GAM itu ingat betul saat Hasan Tiro bilang, “Awak Aceh njoe sabe idiot.” Hasan Tiro sering memakai kata-kata idiot untuk menilai orang bodoh. Kata-kata idiot biasanya ditujukan saat Tiro menyerang Indonesia.

Mendengar pernyataan ini, Usman unjuk bicara. “Tengku sudah lama tidak berada di Aceh,” kata Usman. Dia lalu menceritakan kondisi kekinian Aceh, tentu yang tidak diberitakan media massa. Misalnya, Usman menceritakan bagaimana personel GAM menguasai kota Idi Aceh Timur. “Tapi setelah itu, dalam radius beberapa kilometer, tentara akan menyerang. Abeh manok, abeuh naleung, abeh rumoh. Semuanya musnah,” kata dia.

Mungkin, lanjut Usman, beberapa tahun kemudian Aceh Merdeka seperti yang diidam-idamkan. “Apa gunanya lagi? Di kampung yang ada hanya orang tua renta, hanya ada tanah lapang tak berumah? Lalu untuk apa lagi merdeka kalau sudah begini,” sebut Usman.

Hasan Tiro terperangah mendengar “ceramah” Usman Lampoh Awe. Saat itu, Hasan Tiro mondar-mandir di ruangan sambil menggigit gagang kacamatanya. “Kalau begitu, kita harus ubah strategi,” kata Hasan Tiro.

“Sebelum ada restu dari Teungku, kita di Aceh sudah mengubah strategi. Apa yang Teungku ajarkan soal hit and run sudah kami jalankan,” kata dia.

Menurut Usman, taktik perjuangan GAM harus diubah. Kalau bertahan pada kekuatan bersenjata, perlahan-lahan kekuatan mereka akan semakin mengecil. Darurat Militer dan Darurat Sipil yang diterapkan pemerintah menjadi pengalaman berharga. Saat itu, kalau perundingan Helsinki tak membuahkan hasil, para petempur GAM di gunung akan kesulitan logistik. Di beberapa wilayah malah persediaan logistik sudah habis, sementara suplai tak bisa dilakukan. “Buat apa merdeka kalau sudah seperti itu. MoU Helsikin yang memberi kita self government sudah sangat maksimal,” kata dia. Mendengar penjelasan itu, Tiro kembali bilang bahwa mereka harus mengubah taktik.

Lantas, pernahkan Tiro menyampaikan kerinduannya kembali ke kampung halaman, setelah lama ditinggalkan? “Teungku kalau ada orang yang mau pulang (ke Aceh) selalu menyiapkan tas. Dia bilang, “man lon han neupeuwoe (saya tak diajak pulang?)”,” kata Usman.

Tiro, agaknya memang benar-benar rindu pada tanah kelahirannya. “Insya Allah, beliau akan pulang,” ujar Usman. [Telah dipublikasikan di Majalah ACEHKINI]

Redaksi
Redaksihttp://www.acehkita.com
ACEHKITA.COM hadir sejak 19 Juli 2003. Kami bisa dihubungi via @acehkita, redaksi[at]acehkita[dot]com

Baca Tulisan Lainnya

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Stay Connected

0FansLike
21,903FollowersFollow
24,500SubscribersSubscribe
- Advertisement -

TERBARU