BANDA ACEH | ACEHKITA.COM — Tingginya jumlah penduduk miskin pedesaan di Aceh menjadi kendala dalam upaya pemberantasan peredaran narkotika jenis ganja. Meski sejak tahun 2006 Badan Narkotika Nasional (BNN) telah mencanangkan berbagai program untuk merubah kebiasaan masyarakat dari menanam ganja, namun kebiasaan menanam ganja masih ditemukan di Aceh.
“Di Aceh ini memang ada satu masalah karena di tempat-tempat terpencil penduduknya ekonominya kurang sejahtera, padahal program alternative development ini cuma ada di Aceh, khususnya untuk 172 negara penghasil ganja,” kata Kepala Badan Narkotika Nasional, Gories Mere, Rabu (23/12).
Hal ini disampaikan Gories Mere saat penandatangan nota kesepahaman antara BNN dengan enam universitas di Aceh yakni Universitas Syiah Kuala, Malikul Saleh, Samudera Langsa, Teuku Umar dan Universitas IAIN Ar raniry. Acara yang berlangsung di Hermes Palace tersebut juga dihadiri para rektor masing-masing universitas tersebut dan dihadiri unsur Muspida Aceh.
Gorie Mere mengatakan, BNN terus berupaya memutus matarantai peredaran narkotika di Indonesia termasuk Aceh. Namun upaya tersebut perlu didukung semua pihak termasuk badan regional, maupun dunia agar upaya pemberantasan narkoba tercapai.
”Ini bukan hanya bahaya lokal tapi juga internasional, jadi perlu keikutsertaan semua pihak. Demikian juga LSM di Aceh perlu mencari jalan keluar permasalahan ini,” ujarnya.
Menurut Gories, salah satu upaya pemberantasan yang kini terapkan adalah dengan menerapkan teori ekonomi di mana pemberantasannya dilakukan tidak hanya pada penyuplai tapi juga pengguna.
”Jadi kalau pasar tidak ada penyuplai akan bingung. Ke depan kita juga minta pemerintah membangun fasilitas untuk merawat pecandu,” ungkapnya. []