Belantara rindang itu kini terusik. Kicauan burung nyaris tak lagi terdengar, berganti dengan bunyi ayunan martil dan karatan linggis.
Lereng-lereng bukit yang dulunya perawan, kini dipenuhi lubang. Bukit Alue Saya di Kecamatan Geumpang, Pidie, Aceh, berubah jadi deretan gua tambang. Letaknya hanya 90 kilometer dari pusat Kabupaten Pidie.
Pria-pria tegap, memahat batu karang di kemiringan bukit, mengandalkan alat seadanya sampai kedalaman puluhan meter, mencari urat emas dari perut Bukit Saya.
Bongkahan batu dari perut bumi diangkat keluar, dipecahkan, kemudian diolah dengan mesin, untuk memisahkan butiran emas dengan menggunakan air raksa, kemudian dibakar dan untuk mendapatkan emas murni. Dalam 15 kilogram batu, rata-rata penambang bisa mendapatkan 3-4 miligram emas.
Dua bulan sudah aksi penambangan logam mulia ini marak di Bukit Saya. Pemburu emas tak hanya warga sekitar Saya: tapi juga ada yang datang dari Pulau Jawa dan Sulawesi.
Salah satunya Mantoni. Warga Garut Jawa Barat itu, sudah lebih sebulan mengadu peruntungan di Bukit Saya. Mantoni juga memboyong enam temannya dari kampung halaman.
Perharinya kami bisa mendapatkan 4-6 gram emas,” ujar pria berusia , 39 tahun itu. “Per gram emas dibeli 280 ribu rupiah,”.
Tak ada klaim wilayah dan peraturan yang dibuat pemerintah untuk penambang tradisional ini. Siapa saja boleh datang dan pergi sesuka hati. Karena itu, Irman, 32 tahun, penduduk setempat, resah.
Dia khawatir hasil perut Saya, tak menyejahterakan Geumpang. “Mereka yang menambang di kawasan ini harusnya menyisihkan sedikit penghasilan untuk desa tempat menambang, agar pembangunan terbantu,” harap Irman.
Kandungan emas tak hanya ditemukan di Gunung Saya. Sebuah survei yang dilakukan pemerintah menyebutkan, kandungan emas juga tersebar di Kecamatan Mane dan Tangse: masih di Pidie. Luasnya mencapai 50.000 hektar.
Kabarnya, pemerintah sudah memberi lampu hijau bagi enam perusahaan penambangan. Emas di beberapa bukit di tiga kecamatan itu siap dijamah.
Kelima perusahaan yang memperoleh izin survei yaitu PT Bayu Nyohoka, PT Krueng Bajikan, PT Parahita Sanu Setia, PT Bayu Kamona Karya, dan PT Magelanik Garuda Kencana. Bahkan untuk PT East Asia Mineral sudah mulai melakukan survei dan eksploitasi di kawasan Geumpang.
Mungkin tak lama lagi penduduk setempat, akan menjadi penonton bumi mereka dikeruk, dan penambang tradisional akan kehilangan lahan pencarian. Akankah kemilau Bukit Saya bisa memancarkan Geumpang? []