Friday, April 19, 2024
spot_img

Kekosongan Obat Ditemukan pada Fasilitas Kesehatan di Aceh

BANDA ACEH | ACEHKITA.COM – Masih ditemukan Kekosongan obat di beberapa instalasi farmasi Fasilitas Kesehatan (Faskes) atau Rumah Sakit Pemerintah di Aceh. Beberapa pasien peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) harus membeli obat di luar sesuai resep dokter.

Hal itu sesuai temuan pemantauan oleh Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) dipaparkan pada forum diskusi publik, digelar di hotel Oasis Aceh 11 Oktober 2018. Diskusi publik mengangkat tema Layanan Kesehatan di Era Jaminan Kesehatan (JKN) di Aceh, diikuti oleh unsur Pemerintah, Rumah Sakit, LSM dan juga media.

Dalam paparannya, Koordinator Bidang Hukum dan Politik MaTA, Boihaqi menyampaikan pemerintah harus menyediakan fasilitas kesehatan, tenaga kesehatan, alat kesehatan serta obat yang dibutuhkan masyarakat. Pemerintah juga memiliki mandat untuk menjamin kesediaan obat bagi masyarakat dan menyusun daftar dan harga yang dijamin dalam mekanisme asuransi kesehatan yang dikelola BPJS Kesehatan.

“Fakta di lapangan, MaTA menemukan adanya permasalahan, terutama kekosongan obat sehingga pasien peserta BPJS harus membeli obat di luar sesuai resep yang diberikan dokter,” katanya.

MaTA melakukan pemantauan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Meuraxa Banda Aceh periode Juli sampai September 2018, menemukan menemukan 21 pasien peserta BPJS Kesehatan harus membeli obat di luar instalasi farmasi RSU Meuraxa karena terjadi kekosongan obat. Obat-obat yang harus dibeli di luar seperti Lotus Solostar Insulin Glargine, Berotec 100mcg, Calcium Laktat dan beberapa lainnya. “Di luar itu, metode pelayanan di Rumah Sakit Meuraxa sudah mulai ada perbaikan, seperti pendaftaran pasien dan pengambilan resep obat secara online.”

Sementara di Rumah Sakit Umum Daerah Zainal Abidin (RSUDZA), hal itu belum terjadi. Hanya saja, antrian yang terlalu panjang pada proses pengambilan obat di instalasi farmasi RSUDZA kerap dikeluhkan pasien. MaTA hanya menemukan kasus jumlah obat yang diberikan tidak memadai, sehingga pasien harus berulang kali ke rumah sakit untuk mengambil obat tersebut.

Idealnya, tidak lagi terjadi kekosongan obat di Instalasi farmasi Faskes. Pasalnya, sejak tahun 2010 sampai 2018, Pemerintah Aceh selalu membayarkan premi asuransi kesehatan masyarakat yang rata-rata Rpn500 miliar pertahun yang dikelola oleh BPJS Kesehatan. Ini artinya, selain dana dari Pemerintah Pusat, BPJS Kesehatan juga mendapat suntikan dana dari Pemerintah Aceh. “Tidak ada alasan kekosongan obat di Faskes yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan.”

Menanggapi hal tersebut, dr. Fahrul Rizal dari RSUDZA mengakui antrian panjang masih terjadi di tempatnya. Pihaknya terus berupaya mencarikan solusi. Dia menjamin tidak ada pasien di RSUDZA yang dibebankan membelikan obat di luar. “Semua kebutuhan obat tersedia untuk pasien.”

Pihak RSUD Meuraxa, dr. Ihsan menyampaikan, kemampuan RSUD Meuraxa untuk membeli obat sangat terbatas. “Kalau dulu stok obat bisa untuk 3 bulan, sedang sekarang hanya cukup untuk 1 bulan.”

Dia juga beralasan, terkadang obat juga tidak tersedia di distributor sehingga menyebabkan kekosongan di RSUD Meuraxa. “Pada prinsipnya pasien tetap harus mendapat obat di Faskes setempat, dokter tidak boleh meresepkan obat kepada pasien untuk dibeli di luar,” kata Ihsan.

Saiful, seorang peserta diskusi menyarankan agar pemerintah Aceh membentuk BUMD yang mengelola ke-farmasian. Selama ini belum ada instansi yang dimaksud. Harapannya, BUMD menjadi solusi agar tidak lagi terjadi kekosongan obat di Faskes seluruh Aceh. “Bahkan jika dihitung secara kasar, akan ada anggaran Rp 350 miliar lebih berputar di Aceh,” katanya. []

 

Baca Tulisan Lainnya

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Stay Connected

0FansLike
21,903FollowersFollow
24,400SubscribersSubscribe
- Advertisement -

TERBARU