MEULABOH | ACEHKITA.COM — Kebijakan Bupati Aceh Barat Ramli tentang pelarangan memakai busana ketat bagi perempuan, masih menuai pro kontra di masyarakat.
Rita (30), warga Meulaboh mengaku keberatan dengan kebijakan yang akan berlaku mulai tahun depan. “Kalau mau tegakkan syariat, mulai dulu dari pemerintahnya. Jangan cuma mengurus pakaian aja,” kata Rita, Kamis (29/10) di Meulaboh.
Menurutnya, pemerintah setempat belum sepenuhnya menaati ajaran Islam. Korupsi dan penyalahgunaan wewenang aset daerah, kata Ita, masih terjadi dan sudah jadi rahasia umum.
“Tidak mungkin pemerintah tidak korupsi. Kalau mereka tidak korupsi lagi, sudah sejahtera masyarakat, gak ada lagi yang miskin. Korupsikan sangat dilarang dalam Islam,” ujar Ita.
Seharusnya, tambah dia, pemerintah menindak dulu pejabat di lingkungannya yang tak mentaati ajaran Allah dan memberi pemahaman agama yang cukup kepada masyarakat. “Setelah itu baru urus pakaian,” katanya.
Nusi (24) seorang ibu rumah tangga tinggal di jalan Gajah Mada, Meulaboh berpendapat sama. “Sekarang yang diurus cuma pakaian. Seharusnya akhlak dulu yang diperbaiki,” katanya.
“Percuma orang berpakaian muslim, tapi tetap saja bejad. Sekarang sangat banyak orang yang berbuat bejad,” tambahnya.
Meski keberatan, Nusi mengaku sudah siap jika peraturan itu diterapkan. “Saya sudah beli enam potong rok,” ujarnya.
Ia minta Bupati jangan diskriminasi jika menerapkan kebijakannya. Para anak-anak pejabat yang selama ini banyak berbusana ketat juga harus berlaku.
“WH juga harus merazia tiap Jumat pria yang gak shalat Jumat,” katanya.
Sebelumnya Bupati Aceh Barat Ramli mengeluarkan kebijakan melarang perempuan memakai baju dan celana ketat, serta pria bercelana pendek. Ini akan diberlakukan mulai Januari 2010. “teknis pelaksanaannya masih dikaji,” kata dia.
WH setempat masih menyosialisasi peraturan itu. “Sosialisasi juga kami lakukan dengan menyebarkan selebaran hingga ke desa-desa,” kata Kusmanyadi, anggota WH Aceh Barat. []