BANDA ACEH | ACEHKITA.COM — Mengenakan rompi hitam bercorak merah, Muzakir Manaf menghipnotis ribuan massa yang datang ke arena kampanyenya di pelataran parkir Stadion Harapan Bangsa Banda Aceh, Senin (2/4).
Calon wakil gubernur ini juga berjanji akan memperjuangkan seluruh butir kesepakatan damai antara Pemerintah Indonesia dengan Gerakan Aceh Merdeka di Helsinki, 15 Agustus tujuh tahun silam. Langkah awal yang akan dilakukan, begitu Muzakir, adalah menuntaskan pengaturan pembagian hasil minyak dan gas antara Pusat-Aceh dengan porsi 30 persen (pusat) banding 70 persen (Aceh).
Berkali-kali, massa meneriakkan yel-yel “hidup zikir”, “hidup Partai Aceh”. Zikir adalah akronim dari Zaini Abdullah dan Muzakir Manaf. Massa semakin panas ketika bekas panglima Gerakan Aceh Merdeka ini mengkritisi program Jaminan Kesehatan Aceh yang mulai berlaku pada masa pemerintahan Irwandi Yusuf-Muhammad Nazar.
Menurut Muzakir, program kesehatan gratis itu bukanlah milik Irwandi seutuhnya, seperti klaimnya selama ini. “Itu berkat perjuangan kader-kader Partai Aceh yang berada di DPRA,” kata Muzakir disambut histeris ribuan pendukungnya.
Muzakir bilang, Irwandi tak berhak mengklaim program JKA dengan memasang foto dirinya di kartu berobat itu. “Kini, masyarakat bisa berobat gratis tanpa perlu kartu yang ada foto dia,” ujarnya.
Di antara kerumunan, sejumlah massa berteriak soal penyediaan lapangan kerja. “Beri kami lapangan kerja,” kata seorang peserta kampanye. Suaranya hilang ditelan teriakan “hidup Zikir”, “hidup PA” yang menggema pada sore itu.
Dalam kampanye itu, Muzakir tak menyinggung soal penyediaan lapangan kerja untuk mengurangi angka pengangguran di Aceh. Hanya saja, Zaini Abdullah yang tampil sebelum Muzakir Manaf menyebutkan bahwa pasangan ini akan berupaya meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat Aceh.
Lalu, bagaimana pendapat masyarakat terhadap pasangan yang pernah menolak mendaftar pada pilkada ini?
“Pasangan ini cocok untuk menjadi pemimpin Aceh,” kata Sulaiman, seorang warga yang datang dari Aceh Besar.
MoU Helsinki adalah nota kesepahaman bersama antara Indonesia dan GAM ketika bersepakat untuk mengakhiri perang tiga dekade di Aceh. Dalam kesepahaman itu diatur sejumlah hal, antara lain pembagian kewenangan (baca: kekuasaan) antara Jakarta dengan Aceh; bagi hasil migas 70:30 persen, dan Aceh berhak mengatur pemerintahannya sendiri.
Bagi Sulaiman, Zaini Abdullah yang lama menetap di luar negeri menjadi modal untuk membangun Aceh yang lebih baik di masa mendatang.
Hal senada dikemukakan Umar. “Lima tahun Aceh dipimpin orang lain. Kami belum merasakan kesejahteraan,” kata Umar. Ia juga datang dari Aceh Besar.
Umar hakul yakin pasangan Zaini-Muzakir mampu menyejahterakan rakyat. “Saya menginginkan perubahan. Karena itu mendukung mereka,” lanjutnya.
Saifuddin berbeda pendapat dengan dua peserta kampanye tadi. Menurut Saifuddin, usai Zaini yang sudah teramat tua tidak efektif lagi memimpin Aceh. Zaini berusia 72 tahun.
“Beliau sudah tua sekali. Apakah ia sanggup berpikir untuk Aceh ke depan?” tanya Saifuddin.
Bagaimana dengan Muzakir? Menurut Saifuddin, Muzakir tak punya modal yang cukup untuk memimpin Aceh. “Apakah ia tahu cara memimpin? Menurut saya, mereka tak layak memimpin Aceh,” kata dia.
Saifuddin datang ke arena kampanye hanya ingin mengetahui program-program yang disampaikan pasangan ini. “Hanya untuk meramaikan,” ujarnya. []