Friday, March 29, 2024
spot_img

Kasus Rawa Tripa, Pemerintah Dinilai Abaikan Keterbukaan

BANDA ACEH | ACEHKITA.COM – Sidang gugatan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Aceh melawan Gubernur Aceh terkait penerbitan surat izin perkebunan di kawasan Rawa Tripa, Nagan Raya, Rabu (29/2), kembali digelar di PTUN Banda Aceh dengan agenda mendengarkan keterangan saksi ahli.

Salah satu poin yang disampaikan saksi ahli itu adalah Pemerintah Aceh dalam menerbitkan keputusan telah mengabaikan asas keterbukaan. Demikian diungkapkan dalam rilis yang dikirim Walhi Aceh ke redaksi acehkita.com.

Dalam persidangan itu, WALHI Aceh menghadirkan seorang saksi dan dua ahli untuk didengarkan keterangannya. Saksi pertama ialah Koordinator Wilayah (Korwil) III Badan Pelaksana Kawasan Ekosistem Leuser (BPKEL), Istafan Nazmi. Ia membawahi tiga daerah yang bersinggungan dengan KEL yaitu Aceh Barat, Nagan Raya dan Aceh Barat Daya.

Istafan menceritakan tentang keberatan warga terhadap pembukaan lahan oleh PT Kalista Alam. “Pembukaan lahan telah merubah bentang alam sehingga merugikan masyarakat sekitarnya,” ujarnya.

Dia sempat dicecar pertanyaan berbagai regulasi menyangkut KEL dan Rawa Tripa oleh pengacara tergugat. Namun kuasa hukum penggugat, Nurul Ikhsan meminta hakim menolak pertanyaan itu mengingat saksi bukan ahli hukum. Hakim yang memimpin persidangan, Marbawi mengabulkan permintaan tersebut.

Pada kesempatan selanjutnya dihadirkan ahli hukum dari Universitas Syiah Kuala, Iskandar Gani. Dia menjelaskan tentang hukum Tata Negara dan Administrasi Negara sesuai keahliannya.

Menurut Iskandar, pemerintah dalam mengeluarkan sebuah keputusan harus memenuhi asas-asas pemerintahan yang baik. Pengeluaran izin harus sesuai peraturan perundangan yang berlaku dan mendengarkan pertimbangan-pertimbangan dari pihak terkait, katanya.

Kuasa hukum Walhi Aceh, Kamaruddin, memperlihatkan bukti surat pertimbangan teknis BPKEL yang ditujukan kepada Gubernur Aceh berisikan saran untuk tidak mengeluarkan izin kepada PT Kalista Alam di Rawa Tripa. Selain itu, dia juga memperlihatkan petisi keberatan masyarakat yang diteken 21 keuchik desa-desa di sekitar objek sengketa.

Dia mempertanyakan, apakah keputusan yang dikeluarkan dengan mengabaikan pertimbangan yang diberikan oleh instansi teknis terkait dan masyarakat dapat dianggap telah menjalankan asas pemerintahan yang baik?

“Menurut saya Pemerintah Aceh melakukan hal kurang baik karena mengabaikan pertimbangan teknis dari lembaga yang dibentuknya. Selain memperhatikan UU, pemerintah harus memperhatikan aspirasi masyarakat,” jawab Iskandar.

Ahli kedua yang dihadirkan dalam sidang adalah staf Bakorsutanal Jakarta, Nurwajadi, seorang pakar dalam bidang pemetaan dan GIS. Ia lebih banyak menjelaskan posisi objek sengketa sesuai peta Rawa Tripa yang pernah dibuatnya.

Nurwajadi mengatakan bahwa PT Kalista Alam benar berada di Rawa Tripa dan di atas tanah gambut. Ia juga menyampaikan konversi lahan gambut saat ini sudah dilarang Pemerintah Indonesia, tidak peduli berapa kedalamannya.

Sidang akan dilanjutkan kembali dua minggu mendatang tepatnya 14 Maret 2012, dengan agenda mendengarkan keterangan dari saksi tergugat sebanyak empat orang. Hakim Marbawi berencana menuntaskan perkara ini sebelum Pemilukada. Makanya, dia berharap kedua pihak dapat menghadirkan saksi pada sidang ke depan.

Pengacara WALHI Aceh telah meminta kepada majelis untuk diadakan sidang lapangan, tapi pengacara tergugat menolak hal itu dengan alasan bahwa objek perkara adalah masalah administrasi negara, sehingga tak perlu ke lapangan. Hingga kini, hakim belum memutuskan apakah perlu dilakukan persidangan lapangan atau tidak.[]

Redaksi
Redaksihttp://www.acehkita.com
ACEHKITA.COM hadir sejak 19 Juli 2003. Kami bisa dihubungi via @acehkita, redaksi[at]acehkita[dot]com

Baca Tulisan Lainnya

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Stay Connected

0FansLike
21,903FollowersFollow
24,400SubscribersSubscribe
- Advertisement -

TERBARU