Di masa perang Aceh (2003-2005), disusul tsunami, Juwita Kesuma (Ita) adalah sosok kakak bagi kami semua yang meliput.
Ia tak bersama kami di lapangan. Ia berjaga di belakang memastikan semua diurus dengan baik secara logistik dan administrasi. Ita adalah admin dan keuangan di ACEHKITA, sebuah media alternatif yang kami dirikan di masa konflik dan Darurat Militer (Juli, 2003)
Karena kami bekerja “di bawah tanah”, ia memegang semua nama dan identitas jurnalis yang meliput dengan nama samaran atau identitas palsu karena alasan keamanan.
Disiplin, amanah, dan profesional. Itu yang membuat kami semua aman selama periode perang hingga perjanjian damai di Helsinki ditandatangani, 15 Agustus 2005.
Di masa tsunami 2004, saat banyak organisasi “kebanjiran uang”, Ita tak tertarik bekerja untuk lembaga-lembaga yang lebih besar. Pengalamannya mengelola berbagai organisasi di Aceh sejak akhir 1990-an, dan sebagai orang Aceh, memang membuatnya kebanjiran tawaran.
Tapi Ita memilih bersama kami. Melanjutkan mengelola media kecil yang bagi kami justru peristiwa kemanusiaan yang besar (perang dan bencana).
Setelah perang dan tsunami, Ita berusaha bertahan dengan membuka kios kecil berjualan pakaian di pasar Banda Aceh. Para jurnalis ACEHKITA pun “keluar dari persembunyiannya” dan kembali ke kehidupan dan pekerjaannya.
“Ita sekarang rajin nonton sinetron, karena harus lihat mode pakaian yang dipakai artis-artis. Karena besoknya pasti banyak orang cari,” ceritanya suatu ketika.
Di hari lain, ia menelepon menanyakan jasa ekspedisi yang bisa membawa pakaian dagangan dari Tanah Abang, Jakarta ke Banda Aceh.
“Wah, bisnis di toko makin pesat, ya?” pancing saya.
Tapi beberapa waktu kemudian, ia mengeluh mulai sepi karena fenomena belanja online. Tak lama berselang, Ita memutuskan menutup tokonya di Pasar Aceh dan memutuskan “work from home” usaha rumahan produksi kue.
Tahun-tahun itu kesehatannya mulai menurun.
Saat Ekspedisi Indonesia Biru (2015-2016), Ita membantu merapikan katalog foto Suparta Arz dan caption yang kami unggah di Facebook.
Kami masih terus berkabar dan kadang bersilaturahmi. Setiap saya ke Aceh, Ita dan keluarga selalu menitipkan oleh-oleh untuk kami di Jakarta.
Pagi ini, saat pertama membuka handphone, kabar itu datang. Ita berpulang pada 23 Oktober 2024, menjelang petang.
Selamat jalan, Kak Ita.
Terima kasih untuk persahabatan dan perjalanan yang telah dilalui bersama kawan-kawan semua.
Sampai ketemu di reuni ACEHKITA berikutnya.