BELANG BEBANGKA | ACEHKITA.COM — Dua ratus ekor kuda ikut memeriahkan lomba pacuan kuda tradisional di arena pacuan kuda Mohd. Hasan Gayo di Desa Belang Bebangka, Kecamatan Pegasing, Aceh Tengah. Kuda yang dikendalikan joki cilik ini berlangsung secara tradisional, tidak memakai pelana. Joki umumnya berusia belasan tahun.
Para penonton pun biasanya menjubeli arena pacuan untuk melihat secara dekat laga kuda secara tradisional itu. Tak hanya dari Gayo, penonton juga berdatangan dari Bireuen, Aceh Barat, dan Banda Aceh.
Rika mengaku sengaja datang ke Aceh Tengah untuk menyaksikan perhelatan pacuan kuda ini. “Apalagi di daerah saya, Meulaboh, tidak ada kuda. Saya belum pernah menonton pacuan kuda seperti ini,” kata Rika kepada acehkita.com, Selasa (29/9).
Bagi masyarakat Gayo, pacuan kuda ini sudah menjadi tradisi yang dilestarikan. “Selain untuk menonton kuda, kami juga sekalian bisa untuk belanja-belanja di sini,” kata Aman Rifa, warga Aceh Tengah, di sela-sela menonton pacuan kuda.
Lomba pacuan kuda berlangsung sejak dua hari lalu dan akan berakhir pada 4 Oktober nanti. Laga kuda joki cilik ini digelar untuk menarik kunjungan wisata ke dataran tinggi Gayo.
Bupati Aceh Tengah Nasaruddin mengatakan, even pacuan kuda ini merupakan bagian dari budaya masyarakat Gayo yang diwariskan secara turun temurun. Pacuan ini pada awalnya digelar pada 1938 oleh para pemilik sawah usai panen padi yang bermukim di sepanjang pinggiran Danau Laut Tawar di Kecamatan Bintang.
Sementara itu Sekretaris Panitia Pacuan Kuda 2009, Rayendra mengatakan pacuan kuda tradisional itu melibatkan kuda lokal dataran tinggi Gayo dan kuda Astaga –yang merupakan hasil perkawinan silang antara kuda Australia dengan Gayo.
Rayendra menyebutkan, dari 199 ekor kuda yang mengikuti even budaya ini, 61 ekor kuda berasal dari Kabupaten Gayo Lues, 40 ekor dari Bener Meriah. Sementara tuan rumah Aceh Tengah mengikutkan 98 ekor kuda. []