Thursday, March 28, 2024
spot_img

Jejak Kerangka dan Cerita Penyiksaan di Wiralanao

WIRALANAO menjadi lokasi terakhir pendokumentasian sebelum kembali ke Banda Aceh. Jejak penyiksaan di Wiralanao ini belum banyak diketahui publik, termasuk saya. Bahkan, laporan Tim Pencari Fakta Komnas HAM pada 2013 lalu belum memasukkan cerita mengenai Wiralanao.

“Cerita mengenai Wiralanao ini perlu diketahui publik. Untuk itulah kami memilih untuk mendokumentasikannya,” tutur Feri Kusuma, rekan KontraS sekaligus pendamping selama dua minggu di Aceh. Ia adalah salah satu yang tergerak menelusuri jejak penyiksaan itu.

Informasi penemuan kerangka manusia di bekas limbah pabrik Wiralanao memancing Feri Kusuma datang. Tak lama setelah penemuan, Feri memulai penyelidikan dan menyusun laporan berjudul “Dibalik Penemuan Dugaan Kerangka Manusia di Bekas PT Wira Lanao, Langsa”.

Kejadiannya lima tahun lalu, tepatnya pada 29 Maret 2010. Jamaluddin (39) sore itu hendak mencari kayu di bekas kolam pembuangan limbah PT Wiralanao yang berada di Desa Buket Seulamat, Kecamatan Sungai Raya. Ia menemukan empat karung tertanam dan berdekatan di pinggir kolam berlumpur.

Jamaluddin pun membuka karung tersebut dan menemukan sejumlah tulang tidak utuh, beberapa buah paku berukuran 30 inci, selongsong peluru, kayu arang dan beberapa buah batu seberat 10 kg. Nurjannah (48) yang sedang menggembala kerbau tak jauh dari lokasi bertanya mengenai temuan Jamaluddin.

Jamaluddin menyodok karung-karung lainnya. Tulang-tulang patah dan hancur berserakan. Jamaluddin dan Nurjannah memutuskan memanggil Imam desa untuk mempertegas hasil temuan itu….

Ini adalah cuplikan dari laporan Feri Kusuma mengenai penemuan dugaan kerangka manusia di bekas pabrik PT Wiralanao pada 2010 lalu. Lima tahun kemudian, kami kembali ke sana dengan peralatan dokumentasi yang lengkap dan tak lupa juga menelusuri jejak penyiksaannya.

Kami berada di Wiralanao hanya sebentar, dua hari sebelum kembali ke Banda Aceh. Lokasi bekas pabrik Wiralanao berada di pinggir jalan nasional Medan-Banda Aceh. Berdasarkan cerita warga sekitar, nama Wiralanao termasyur di era darurat militer di Aceh. Kenapa? Karena Wiralanao dikenal sebagai pos Brimob paling kejam di Kabupaten Aceh Timur pada saat itu.

Afandi (32) pada tahun 2000 menjadi penjual kayu. Ia mengingat jelas setiap sudut bekas pabrik yang dibakar pada 28 Januari 2000. Media Serambi Indonesia edisi 30 Januari 2000 menuliskan, separuh lebih bangunan pabrik pengawetan kayu Wiralanao beserta ratusan ton kayu olahan menjadi abu. Tempat inap karyawan dan sebuah kantin yang berdekatan pun hangus terbakar. Tidak diketahui pelaku pembakaran dan motifnya.

“Itu kita nggak tahu apakah dia ada unsur kesengajaan, atau bagaimana saya tidak tahu. Kalau terbakar tidak mungkin, ini jelas dibakar. Karena bersamaan tiga cabang ikut terbakar,” ujar Afandi yang kini menjadi wiraswasta. Ada tiga lokasi utama yang terbakar sebagaimana dituturkan Afandi yakni kantor utama, lalu PLN, dan SPBU. Ketiganya berada di komplek pabrik. Sekitar 10 hari sebelum pabrik dibakar, mesin-mesin besar sudah diangkut melalui kontainer.

Afandi membawa kami menuju lokasi penemuan karung yang diduga berisi kerangka manusia sebagaimana dituliskan Feri Kusuma dalam laporannya. Lokasinya berada di bekas pembuangan limbah yang kini berbentuk rawa.

Sambil menunjuk ke arah rawa Afandi pun menjelaskan, “Inilah lokasi penemuan dua karung berisi kerangka manusia. Walaupun pihak kepolisian menyangkal bahwa kerangka itu bukan kerangka manusia melainkan kerangka monyet. Tapi kita yakin bahwa itu kerangka manusia yang kita jumpai di pembuangan limbah yang dulunya dipakai pabrik untuk pembuangan limbah PT Wiralanao.”

Masyarakat sekitar berdasarkan penjelasan Afandi, meyakini bahwa dua karung tersebut berisi kerangka manusia sebab ditemukan tulang sulbi(bagian paling ujung dari tulang belakang manusia). Tulang sulbi- lebih dikenal sebagai tulang ekor ini hanya terdapat pada manusia, dan merupakan bagian tubuh yang tidak hancur.

Saksi penyiksaan

Busyra al Bustamam (40) bercengkrama bersama kami di rumah saudaranya. Semasa pos Brimob Wiralanao aktif, ia menjadi salah satu tahanan. Pria yang sehari-hari bekerja sebagai petani ini ditangkap pada 23 November 2003 oleh pasukan Brimob. Popor senjata dan tendangan menghampiri tubuhnya. Ia hanya ditanya, “Di mana kawan? Di mana senjata kamu sembunyikan? Tak lama, ia pun dihajar kembali.

“Mereka juga mengambil golok seperti parang itu dipegang-pegang sambil bertanya kepada saya. Kata dia, kalau kamu tidak menjawab saya potong telinga kamu! Lalu karena saya menjawab biasa-biasa saja, saya dibacok pakai parang itu,” ujar Busyra.

Teman Busyra pun bernasib sama. Zulkifli namanya. Hingga kini di dadanya tampak bekas irisan senjata tajam. “Saya diiris dengan parang pada hari ketiga saya di dalam pos,” jelasnya.

Ia menceritakan kepada kami kisahnya seraya menghisap rokok. Jarum jam saat itu menunjuk pukul 22.00 WIB. Ini menjadi wawancara paling malam kami selama di Aceh. Selama 23 hari di dalam tahanan, Zulkifli menyaksikan berbagai peristiwa. Antara lain, ia sempat menyaksikan seorang perempuan dibakar di dalam ban bekas.

“Sekitar pukul 12 malam, ada suara perempuan berteriak. Karena saya dikurung di dalam kamar tahanan paling depan, saya pun mengintip dari balik jeruji. Saya melihat ada ban mobil bekas disusun di depan pos dan dibakar. Dari dalam susunan ban bekas itu ada orang berteriak,” ujarnya.

Zulkifli juga mengetahui adanya korban mutilasi. Tak lama setelah dibebaskan, ia melihat tulang dan jari tangan berceceran di depan pos. “Selama saya dalam tahanan pos, saya mengetahui ada tiga orang yang dicincang. Usai dicincang, potongan tubuhnya diberikan kepada anjing,” jelasnya.

Pernyataan itu saya baca sesampainya di Jakarta bersama Feri saat hendak menerjemahkan bahasa Aceh ke bahasa Indonesia.
Feri Kusuma pun mendesak pemerintah mengusut kasus di Wiralanao ini dan dibuktikan secara hukum.

“Itu sebagaimana diketahui kita negara hukum, yang mereka lakukan tindakan melawan hukum. Rekomendasi kita kasus itu harus diselesaikan secara hukum. Penyelidikan terhadap peristiwa Wiralanao itu penting,” tegasnya.

Pada 19 Mei 2003, 13 tahun yang lalu, Presiden Megawati Soekarnoputri memberikan izin operasi militer melawan anggota separatis sekaligus mengumumkan pemberlakuan status darurat militer di Aceh. Sejak saat itu, sedikitnya terdapat 30 ribu tentara dan 12 ribu polisi di Aceh. Mei 2004, darurat militer di Aceh diturunkan statusnya menjadi darurat sipil.

Skenario Jakarta menumpas Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dengan operasi militer diinterupsi gempa dahsyat berkekuatan hampir 9 skala richter yang diikuti tsunami pada 26 Desember 2004. Lebih dari 126 ribu orang tewas dan puluhan ribu lainnya dinyatakan hilang. Peristiwa tersebut membuka Aceh kepada dunia internasional dan memaksa kedua belah pihak yang berkonflik menaruh senjatanya.

Akhirnya, pada 15 Agustus 2005, pemerintah Republik Indonesia dan GAM menandatangani “Helsinki Memorandum of Understanding” atau “Perjanjian Helsinki”. Kesepakatan damai ini menghormati martabat dan harga diri kedua pihak. Yang terpenting, kesepakatan damai ini mengakhiri konflik bersenjata yang hampir berusia 30 tahun.

Pulang

Malam berganti pagi. Sisa waktu kami di Aceh tinggal tiga hari lagi. Di waktu yang tersisa itu, saya bersama Lendi, serta Feri bertemu tim Ekspedisi Indonesia Biru, Dandhy Dwi Laksono dan Ucok Suparta di Sekretariat AJI Banda Aceh. Mereka baru selesai berbagi cerita perjalanan.

Kesempatan bertemu kami dimanfaatkan Mas Dandhy-demikian saya memanggilnya, untuk menitipkan segala peralatan dan perlengkapan perjalanan yang sudah tidak terpakai lagi. “Oke siap, Mas,” jawab saya. Perlengkapan itu disatukan dalam tas besar dan benda lainnya adalah lima buah hardisk Transcend kapasitas 2TB (Terabyte) berisi materi liputan.

Pada Minggu, 6 Desember 2015, sekitar pukul 11 siang, Lion Air tipe Boeing 737-900ER membawa kami (saya dan Lendi) kembali ke Jakarta. Sekitar empat jam lebih perjalanan dari Banda Aceh ke Jakarta (sebelumnya sempat transit di Bandara Kualanamu, Medan). Rekan KontraS, Feri Kusuma tidak menyusul kami. Ia masih memiliki agenda di Aceh. []

Sumber:
Reportase WatchdoC/Randy Hernando dan Lendi Bambang

Redaksi
Redaksihttp://www.acehkita.com
ACEHKITA.COM hadir sejak 19 Juli 2003. Kami bisa dihubungi via @acehkita, redaksi[at]acehkita[dot]com

Baca Tulisan Lainnya

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Stay Connected

0FansLike
21,903FollowersFollow
24,400SubscribersSubscribe
- Advertisement -

TERBARU