Walikota Illiza saat berbicara di Konferensi Sendai, Senin (16/3/2015). | FOTO: Dok. Pemko Banda Aceh

BANDA ACEH | ACEHKITA.COM — Walikota Banda Aceh Illiza Saaduddin Djamal berbagi pengalaman penanggulangan bencana tsunami Aceh di hadapan peserta Konferensi PBB mengenai Penanggulangan Risiko Bencana yang berlangsung di Sendai, Jepang. Ini sekaligus untuk memperingati empat tahun tsunami yang melanda Sendai, ibukota Prefektur Miyagi, Jepang.

Illiza menyampaikan pernyataan resmi pada Selasa, 17 Maret 2015. Berikut pernyataan resmi lengkap yang disampaikan Illiza.

Assalamualaikum Wr. Wb.

Yth. Pimpinan konferensi, para menteri, dan para perwakilan pemerintahan. Para Walikota dan perwakilan daerah dari seluruh dunia.

Merupakan kehormatan bagi saya sebagai Wali Kota Banda Aceh, Indonesia untuk mewakili sebagian besar (para walikota) Pemerintahan Daerah dan seluruh jejaringnya khususnya yang tergabung dalam Persatuan Kota-Kota dan Pemerintah Daerah (UCLG) dan Pemerintah Daerah yang Berkelanjutan (ICLEI), pada Konferensi PBB ketiga tentang Penanggulangan resiko Bencana.

Pertama-tama izinkan saya untuk berterima kasih atas keramahtamahan tuan rumah kepada kami selama beberapa hari ini.

Seperti yang kita saksikan 4 tahun yang lalu tepat pada bulan yang sama di Jepang, dan seperti yang berulang kali kita saksikan diseluruh dunia, Pemerintah daerah berada dibarisan terdepan dan merupakan pihak yang memberikan respon awal ketika bencana terjadi. Ketika masyarakat terkena dampak bencana, mereka juga mengharapkan bantuan dan dukungan dari pemerintahan daerahnya. Pemerintah Daerah terus meningkatkan berbagai inisiatif untuk meningkatkan kapasitas dan kesiapan mereka terhadap bencana untuk menghindari dampak negatif dan untuk menciptakan respon yang cepat dan efektif.

Perubahan terus terjadi secara cepat diseluruh dunia sejak aksi Hyogo Framework ditetapkan. Populasi penduduk perkotaan saat ini meningkat menjadi lebih dari setengah penduduk dunia dan membuat daerah perkotaan menjadi tempat hidup yang dominan bagi umat manusia. Lebih lanjut, sebagai penggerak pertumbuhan ekonomi dan pembangunan, kebutuhan daerah perkotaan akan strategi manajemen risiko terus meningkat.

Meskipun telah banyak perkembangan yang dicapai sejak penerapan aksi Hyogo Framework yang pertama, dan lepas terlepas dari inisiatif yang proaktif oleh pemerintah lokal, mereka masih memiliki kekurangan baik dari sisi teknis, pembiayaan, maupun kapasitas kelembagaan untuk dapat menghadapai berbagai tantangan tersebut khususnya di daerah-daerah yang sangat rentan terhadap bencana di wilayah Asia Pasifik, Afrika, dan Amerika Latin.

Kota merupakan level pemerintahan awal yang berhubungan langsung dengan kegiatan penanggulangan risiko bencana. Pemerintah nasional harus membangun startegi bersama dengan pemerintah daerah untuk membangun kapasitasnya. Hal ini hanya dapat dilakukan jika dialog dan proses desentralisasi dapat ditingkatkan sehingga pemerintah daerah memiliki kewenangan dan sumber daya yang dibutuhkan. Hal tersebut akan membantu pemerintah daerah untuk dapat mengevaluasi dan memonitor resiko bencana secara lebih baik.

Persatuan kota-kota dan pemerintah daerah sebagai organisasi dunia bagi pemerintahan daerah, sejak tahun 2008 telah menetapkan ketahanan/ketangguhan (resilience) sebagai prioritas utama dan agenda politis dan kebijakannya. Didukung oleh UCLG dan ICLEI, lebih dari 1.000 kota telah bergabung dalam “Kampanye membangun Kota Tangguh” untuk meningkatkan kesadaran dan untuk menyusun aksi konret mengenai penanggulangan resiko bencana. Sejak tahun 2010, kota-kota ini melakukan pertemuan rutin tahunan untuk memonitor perkembangan dan melakukan kesepakatan untuk menciptakan strategi mitigasi, ataptasi, penanggulangan resiko bencana dan pembangunan yang berkelanjutan yang bersinergi.

Hadirin sekalian, pemerintah daerah dari berbagai dunia mengharapkan bentuk lokalisasi yang sebenarnya dalam aksi framework yang baru. Kami mengharapkan bentuk lokalisasi aksi dalam kegiatan pencegahan bencana, respon terhadap bencana dan pemulihan paska bencana, dapat diimplementasikan dalam Framework yang baru. Ini harus menjadi bagian yang penting dalam aksi framework yang baru. Kami sangat menghargai rujukan terhadap ‘tingkat lokal’ yang telah dimasukkan dalam framework yang baru, namun juga mengharapkan pemerintah nasional untuk mempertimbangkan pemerintah pada level daerah dan level lainnya sebagai stakeholder mereka. Kemudian, kami berkomitmen terhadap 11 aksi yang telah disusun dalam “Deklarasi Sendai”, and akan mendukung dan melengkapi upaya-upaya penanggulangan Resiko Bencana yang telah ditetapkan oleh pemerintahan nasional.

Para menteri dan kolega sekalian, jika dibiarkan pada pola pembangunan dan tingkah laku yang ada saat ini dapat mengakibatkan ketidakadilan dan penurunan kualitas sosial, lingkungan dan ekonomi. Kita, para pemerintah daerah tepat terkait baik secara individual maupun pada level internasional melalui jaringan kita untuk menciptakan kota yang tangguh. Tetapi kita tidak akan berhasil jika melakukannya sendirian dan kita mengharapkan pemerintah nasional, lembaga dan berbagai organisasi terkait lainnya untuk terus memberdayakan dan mendukung aksi-aksi pemerintahan daerah, untuk terus bekerjasama dan saling belajar untuk penanggulangan resiko bencana dan penerapan dari framework yang baru.

Terima kasih. []

ILLIZA SAADUDDIN DJAMAL, Walikota Banda Aceh. Pernyataan resmi ini disampaikan pada Konferensi PBB mengenai Penanggulangan Resiko Bencana, Sendai, Jepang, 17 Maret 2015.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.