BANDA ACEH | ACEHKITA.COM — Meski Undang-undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) sudah disahkan sejak 2008, namun implementasi di lapangan masih sangat lamban, termasuk pembentukan Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID).
Demikian antara lain terungkap dalam Workshop Implementasi Undang-Undang No 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) bagi aparatur pemerintah di 5 Kab/Kota yang digelar Pemerintah Aceh dan Kinerja USAID di Gedung Serba Guna Kantor Gubernur Aceh, Selasa (20/3).
Hadir sebagai panelis, Henny S Widyaningsih (Komisi Informasi Pusat), Miswar (Sekretaris Dishubkomintel), Fahrul Riza (Katahati Institute) dan Taqwaddin (dosen FH Unsyiah).
Komisioner Komisi Informasi Pusat Henny S. Widyaningsih, mengatakan, lambannya implementasi UU KIP karena sulitnya mengubah paradigma pentingnya keterbukaan. Menurutnya, ada dua hal yang harus dilakukan, yaitu perubahan paradigma di badan publik, dan perubahan persepsi masyarakat.
Henny menjelaskan, keberadaan Komisi Informasi merupakan amanah dari Undang-Undang. Menurutnya, hingga kini baru 13 propinsi yang sudah membentuk Komisi Informasi. “Aceh bisa menjadi propinsi yang ke-14 jika lahir Komisi Informasi Aceh (KIA),” katanya.
Fahrul Riza mengatakan, para calon anggota Komisi Informasi Aceh yang berjumlah 15 orang, baru pada Selasa (20/3) mengikuti fit and propertest di Komisi I DPRA Aceh. Padahal, tim seleksi telah mengajukan nama sejak akhir 2011 lalu.
“Ke-15 orang itu, akan dipilih menjadi 5 anggota yang ditetapkan sebagai komisioner,” kata direktur Katahati Institute ini yang terlibat dalam proses pemantauan seleksi anggota Komisi Informasi Aceh. []