BANDA ACEH | ACEHKITA.COM — Qanun Bendera dan Lambang Aceh yang disahkan DPRA pada 25 Maret 2013 memunculkan polemik berkepanjangan. Hingga kini, dialog untuk mengakhiri polemik bendera itu tengah ditempuh antara Pemerintah Aceh dan Pusat. Namun, International Crisis Group menilai, kontroversi bendera itu meningkatkan dukungan terhadap ide pemekaran wilayah.
“Bagi mereka yang di dataran tinggi seperti suku Gayo, bendera ini mewakili dominasi masyarakat pesisir,” tulis ICG dalam laporan setebal 15 halaman itu. Wilayah pesisir didominasi oleh GAM saat konflik.
Menurut ICG, persoalan bendera telah menghidupkan kembali gerakan terpendam untuk memekarkan Aceh menjadi tiga, dengan membentuk Provinsi Aceh Leuser Antara dan Aceh Barat Selatan.
“Kalau Pemerintah Aceh tak mau mengubah keputusannya soal bendera Aceh, maka dukungan untuk pemekaran kemungkinan meningkat dan ketegangan antarsuku pun akan memanas,” sebut ICG lagi.
Untuk itu, ICG menawarkan opsi untuk mengakhiri polemik bendera itu. Pertama, pemerintah pusat melanggengkan keputusan DPRA. Kedua, Pemerintah Aceh mengalah dengan membuat sedikit perubahan terhadap bendera Aceh dengan menambah atau menghilangkan elemen tertentu.
Ketiga, Pemerintah Aceh setuju untuk membatasi dan mengatur teknis pemasangan bendera itu.
“Atau perselisihan ini dibawa ke Mahkamah Agung. Oleh karena itu menunda resolusi apa pun,” demikian ICG.
Direktur Program Asia untuk Crisis Group, Jim Della-Giacoma menyebutkan, pengesahan bekas bendera GAM menjadi bendera Aceh semakin menegaskan bahwa daerah bekas konflik itu dikuasai oleh satu partai saja.
“Aceh semakin lama semakin kelihatan seperti daerah kekuasaan satu partai,” kata Jim Della-Giacoma. “Pertanyaannya adalah apakah mereka menggunakan kekuasaannya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, atau hanya untuk membangun elit baru.” []