BANDA ACEH | ACEHKITA.COM — Majelis hakim menyarankan agar Teuku Syahreza Darwin (Pon Cut) dan Izil Azhar (Ayah Merin) untuk berdamai saja. Meski berdamai, proses hukum yang telah memasuki persidangan di Pengadilan Negeri Banda Aceh tetap berlanjut.
Saran ini disampaikan Abu Hanifah di sela-sela mengajukan sejumlah pertanyaan kepada Teuku Syahrizal Darwin yang menjadi korban penganiayaan yang diduga dilakukan Ayah Merin pada 11 Februari lalu.
Mendapat saran ini, Pon Cut hanya terdiam. Begitu juga dengan Ayah Merin. “Sangat menyenangkan (kalau damai),” lanjut Abu Hanifah. Ia kemudian melirik Ayah Merin yang duduk di sebelah kiri hakim.
Saat memeriksa Diani, istri Pon Cut, Abu Hanifah kembali menawarkan upaya perdamaian antara suaminya dengan Ayah Merin. “Senang tidak kalau damai?” tanya hakim.
“Kita ingin hidup damai,” jawab Diani.
Persidangan dipimpin Ketua Majelis Hakim Arsyah Sundusin dengan hakim anggota Abu Hanifah dan Mukhtar Amin. Dalam persidangan kedua ini, majelis hakim mengumpulkan keterangan dari enam saksi.
Di persidangan, Pon Cut mengaku dipukul Ayah Merin sebanyak dua kali di bagian kepala. Pemukulan terjadi di rumah Pon Cut di kawasan Keutapang, Aceh Besar, pada Jumat dinihari, 11 Februari 2011. Sebelumnya, Pon Cut mengaku menodongkan senjata penembak ikan ke arah Ayah Merih. Seorang polisi yang berjaga di luar rumah Pon Cut sempat mengeluarkan tembakan ke udara. Penganiayaan itu terkait urusan proyek di Kota Sabang. []