PIDIE | ACEHKITA.COM – Sejumlah gajah liar yang belum diketahui pasti berapa ekor memasuki perkampungan warga Desa Leupu, Kecamatan Geumpang, Pidie pada Minggu (4/11/2018) sore. Sejumlah santri yang tengah mengikuti pengajian di sana pingsan melihat hewan bertubuh besar.
Informasi satwa dilindungi memasuki perkampungan itu beredar cepat di media sosial. Akun Facebook Geumpang Peduli menggunggah sejumlah foto saat gajah berada di jalan desa berdekatan dengan Dayah Al Muhajirin. Sementara di depan gajah, dua pria dewasa tampak berusaha menjauh dari jalan.
Selain itu, postingan yang telah dibagikan 81 kali itu turut mengunggah foto dua perempuan yang pingsan di atas balai. Pada keterangannya ditulis, “5 santri pingsan karena takut dan trauma dengan kawanan gajah yang hampir tiap hari mengusik santri.”
Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh, Sapto Aji Prabowo mengatakan, dirinya sudah menerima laporan atas kejadian ini dari timnya di Pidie. Dia memastikan tidak ada warga yang terluka akibat amukan gajah, tetapi hanya pingsan.
“Tadi disampaikan ada beberapa (orang yang pingsan), tidak disebutkan jumlahnya,” kata Sapto kepada acehkita.com, Minggu (4/11) malam.
Sapto menyebut, laporan sementara pada Minggu malam kondisi di Desa Leupu sudah kembali aman. Sementara tim BKSDA pada Senin pagi bakal turun ke lokasi dan akan melakukan pengusiran secara manual menggunakan mercon.
“Besok petugas BKSDA Resort Pidie dengan CRU Mila akan turun ke Geumpang,” kata dia.
Menurut data di BKSDA Aceh, kawanan gajah liar yang sering terjadi konflik dengan masyarakat di Kecamatan Geumpang sekitar 15 hingga 18 ekor. Untuk mengatasi konflik satwa liar yang terus berlanjut ini, solusinya menurut Sapto ialah menghentikan perusakan kawasan hutan sebagai habitat gajah.
Kemudian mengubah tanaman masyarakat di sekitar habitat gajah dari jenis yang disukai oleh gajah menjadi yang tidak disukai gajah, tetapi tetap bernilai ekonomis.
Untuk ke depannya, Sapto menyebut, akan membentuk kelompok masyarakat mandiri yang terlatih untuk menghadapi konflik satwa liar. “Untuk itu perlu keterlibatan para pemangku kepentingan semua di kabupaten, provinsi, dan pusat,” ujarnya. []