Saturday, April 20, 2024
spot_img

Empat Konsep Penyelesaian Konflik Ala Aceh

BANDA ACEH | ACEHKITA.COM – Masyarakat Aceh memiliki pola sendiri dalam penyelesaian konflik atau berdamai yang dikenal dengan pola penyelesaian adat gampong.

“Pola ini berasal dari syariat Islam itu sendiri,” kata Guru Besar Fakultas Adab dan Humaniora UIN Ar-Raniry Prof Dr Misri A Muchsin dalam Dialog Kesejarahan dengan mengusung tema “Perdamaian dan Penyelesaian Konflik dalam Perspektif Sejarah”.

Dialog Kesejarahan ini, digelar Masyarakat Sejarawan Indonesia Cabang Provinsi Aceh kerjasama dengan Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Aceh, Kamis (8/12/2016).

Kata guru besar Sejarah Pemikiran Dalam Islam ini, dalam masyarakat Aceh, pola penyelesaian konflik atau berdamai dikenal dengan pola penyelesaian adat gampong.

Disebutkan, cara penyelesaian konflik masyarakat Aceh dan berdamai dalam bingkai adat itu sudah dipraktekkan secara turun temurun. “Perdamaian dalam bingkat adat dalam wujud di’iet, sayam, suloh dan peumat jaroe,” ujarnya.

Misri menjelaskan, di’iet atau diyat dalam istilah syariat Islam bermakna pengganti jiwa atau anggota tubuh yang hilang atau rusak dengan harta, baik harta bergerak atau harta tidak bergerak.

Lalu Sayam, lanjut dia, adalah bentuk kompensasi berupa harta yang diberikan oleh pelaku pidana terhadap korban atau ahli waris korban.

Adapun Suloh, yang berasal dari kata al-Shulhu atau Ishlah adalah upaya perdamaian antar pihak yang bersengketa atau konflik. “Hanya saja Suloh lebih diarahkan kepada upaya perdamaian di luar kasus-kasus pidana,” ujar Misri yang juga Ketua MSI Cabang Provinsi Aceh ini.

Yang terakhir, sambung dia, Peumat Jaroe adalah bentuk aktivitas ada dan budaya Aceh yang melekat dalam setiap prosesi Di’iet, Sayam, Sulloh dan Peumat Jaroe atau saling berjabat tangan dilakukan setelah berlangsungnya peusijuek lebih dulu.

Kegiatan itu adalah salah satu kegiatan rutin MSI Cabang Provinsi Aceh. Kali ini diselenggarakan di Aula BPNB Aceh yang 40 peserta yang terdiri dari para mahasiswa, sastrawan, budayawan, tokoh adat dan lainnya.

Selain Profesor Misri, dialog tersebut juga menghadirkan mantan Ketua Badan Reintegrasi Aceh (BRA) Prof. Drs. Yusny Saby, M.A yang juga Guru Besar UIN Ar-Raniri) dan Saifuddin Bantasyam, S.H., M.A, Peneliti pada Pusat Studi Perdamaian dan Resolusi Konflik Unsyiah.

Dialog itu sendiri dimoderatori oleh Dr. Husaini Ibrahim, M.A, arkeolog Aceh dan Yarmen Dinamika, pekerja media.

ARDI R

Baca Tulisan Lainnya

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Stay Connected

0FansLike
21,903FollowersFollow
24,400SubscribersSubscribe
- Advertisement -

TERBARU