Radzie/ACEHKITA.COM

BANDA ACEH | ACEHKITA.COM — Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Aceh menggelar pertemuan dengan sejumlah lembaga swadaya masyarakat antikorupsi, Selasa (28/4/2015). Mereka meminta masukan mengenai langkah-langkah pemberantasan korupsi di Aceh.

Pertemuan yang berlangsung di ruang Panitia Musyawarah DPRA dihadiri perwakilan dari Masyarakat Transparansi Aceh (Mata), Gerakan Antikorupsi (Gerak), dan Solidaritas untuk Antikorupsi (Suak).

Ketua Komisi I DPRA Abdullah Saleh menyebutkan, pertemuan dengan para pegiat antikorupsi merupakan upaya DPRA untuk menyerap aspirasi dalam upaya pemberantasan korupsi di provinsi ini.

“Kami ingin dengar dari rekan-rekan apa yang perlu dibahani kepada kami. Ke depan kami juga akan gelar rapat dengan Kajati dan Kapolda,” sebut Abdullah Saleh. “Ini kita lakukan agar bersinergi dalam penegakan hukum dan pemberantasan korupsi di Aceh.”

Boihaqi dari Mata menyampaikan data-data kasus korupsi yang terjadi di Aceh sepanjang 2010 hingga 2014. Menurut Boihaqi, selama kurun waktu lima tahun tersebut terjadi 331 kasus tindak pidana korupsi dengan potensi kerugian negara mencapai Rp2 triliun lebih.

Namun, kata Boihaqi, terdapat 28 kasus indikasi korupsi yang mandek di tangan aparat penegak hukum. Mata sendiri melaporkan dua kasus dugaan korupsi ke Kejaksaan Tinggi Aceh, “tapi belum ada tindak lanjutnya,” sebut Boihaqi.

Kasus yang dilaporkan Mata berupa dugaan korupsi di Sekretariat DPRK Lhokseumawe senilai Rp3,5 miliar yang terjadi pada 2008-2009. Lalu indikasi korupsi North Aceh Air di Aceh Utara.

“Kami mendesak aparat penegak hukum di Aceh untuk segera mempercepat proses hukum terhadap kasus dugaan korupsi dan membuka kembali kasus yang mandek,” sebut Boihaqi.

Mata juga meminta DPRA dan DPRK untuk memaksimalkan proses pengawasan terhadap kinerja eksekutif. “DPRA juga harus mendorong pemerintah untuk menonaktifkan pejabat di daerah yang terindikasi terlibat kasus korupsi dan DPRA melaporkan temuan pansus yang berpotensi korupsi ke penegak hukum,” lanjut Boihaqi.

Koordinator Gerak Askhalani menyoroti mandeknya reformasi birokrasi di lingkungan Pemerintah Aceh. Gerak mencatat terjadi 10 kali gonta-ganti kabinet yang dilakukan gubernur dan wakil gubernur.

“Ini sudah tidak memenuhi unsur reformasi birokrasi. Saya berharap Komisi I lebih meningkatkan pengawasan terhadap ini,” ujar Askhalani.

Askhalani mendesak DPRA untuk mendorong kalangan eksekutif melahirkan rencana aksi daerah tentang pemberantasan korupsi. “RAD adalah satu-satunya cara untuk menekan kasus korupsi,” sebutnya. []

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.