Friday, April 19, 2024
spot_img

Di Bawah Lampion Rumah Persaudaraan

“JARANG-jarang kita bisa duduk bersama beginian, suasananya juga adem. Saya suka acara seperti ini,” kata Banta Syahrizal, Senin (25/7) malam.

Banta Syahrizal yang kini menjabat Sekretatis Jenderal Partai SIRA menyatakan itu saat memberikan testimoni politik pada acara deklarasi Rumah Persaudaraan di Jalan Fatahillah No. 4 Geuceu Kayee Jatoe, Banda Aceh.

“Maunya dalam berpolitik itu juga begini, adem dan penuh kedamaian,” kata dia.

Menurutnya, tidak perlu kekerasan dalam berpolitik. “Karena akhirnya juga kita yang konyol.”

“Selain di meja warung kopi, hanya di sini kita malam ini bisa duduk bersama,” ujar Teuku Ardiansyah, analis politik.

Malam deklarasi Rumah Persaudaraan, Senin malam 25 Juli 2011, ikut dihadiri pelbagai elemen masyarakat. Mereka dari unsur politisi, akademisi, pakar politik, budayawan, tokoh muda, perempuan, perwakilan dari komunitas Tionghoa di Banda Aceh dan juga kandidat Pilkada 2011 beserta tim suksesnya.

Acara malam itu layaknya garden party. Di taman rumah yang kira-kira berukuran 50 x 50 meter persegi, para undangan yang berkisar 100 orang itu, berkumpul. Mereka duduk melingkar di meja sambil menikmati menu yang tersedia. Di situ tersedia kopi dan teh, juga sejumlah jenis kue. Sesekali diselingi musik persembahan grup band Made In Made yang malam itu tampil dengan musik reggae.

Taman itu dirindangi pepohonan. Pencahayaan taman juga remang-remang yang diterangi sederetan obor dan empat lampion. Sementara di depan ada mimbar dan sederetan alat musik.

“Lampion ini sebagai lambang keberagaman, wujud solidaritas kebersamaan di sini,” sebut M Fauzan Febriansyah sebagai panitia dari Komite Mahasiswa dan Pemuda Kota Banda Aceh (Kompak).

“Karena di sini juga hadir perwakilan dari komunitas Tionghoa di Banda Aceh,” ujar dia.

Adalah Aki, Ketua Himpunan Komunitas Tionghoa Aceh yang hadir malam itu berdua dengan seorang temannya. Aki dalam testimoninya menyatakan jangan ada perbedaan antara mayoritas dan minoritas.

“Tolong jangan bedakan kami, jangan ada diskriminasi terhadap minoritas,” kata Aki. “Saya ini juga orang Aceh, yang dari kecil sudah hidup bersama Anda.”

Rumah Persaudaraan itu dideklarasikan oleh Teuku Irwan Djohan. Rumah tersebut terbuka untuk siapa saja sebagai ruang diskusi bagi kemajuan dan pembangunan Aceh ke depan.

Saifuddin Bantasyam dari kalangan akademisi sangat mengapresiasikan malam deklarasi rumah persaudaraan itu. “Saya mengapresiasi, kerena di sini hadir berbagai kalangan orang termasuk kompetitor politik.”

Sementara Risman A Rachman yang aktif di Partai Golkar begitu mengawali testimoninya dia mengajukan sebuah pertanyaan. “Siapa calon yang akan kita pilih?”

“Tentu jawabannya ada pada diri kita masing-masing,” sebut Risman.

Kemudian Azhari dari kalangan budayawan menegaskan bahwa politikus itu punya tanggung jawab. “Bagaimana semestinya politikus itu harus mampu meningkatkan taraf hidup masyarakatnya ke taraf kehidupan yang layak.”

“Politikus juga harus bertanggung jawab atas banyak nyawa yang melayang, gajah masuk kampung, harimau masuk desa, buaya makan orang,” sebut dia.

“Jangan sampai ada lagi nyawa yang melayang begitu saja, ini tanggungjawab politikus,” tegas Azhari.

Sedangkan Asiah Uzia mewakili perempuan menyatakan Rumah Persaudaraan itu ide yang luar biasa. Menurutnya, jarang ada politik yang bisa menyatukan semua kalangan.

“Ngomong tentang politik rasanya orang sudah muak dan jenuh. Tugasnya sekarang bagaimana membuat kata politik itu menjadi lebih humanis, diterima oleh masyarakat,” ujar Asiah dalam testimoni politik.

Dari kalangan pemuda diwakili oleh Oki Rahmatna Tiba. Saat menyampaikan testimoni, Oki berharap agar Rumah Persaudaraan bisa benar-benar mencerahkan dan memurnikan perjuangan politik.

“Semoga lewat Rumah Persaudaraan ini nantinya bisa benar-benar mendamaikan antara singa dan tikus,” sebut Oki.

Lebih lanjut, Teuku Ardiansyah berharap Rumah Persaudaraan itu tidak akan menjadi kebohongan-kebohongan baru nantinya.

Selain penampilan musik, deklarasi Rumah Persaudaraan juga diselingi pembacaan dua puisi yang dibacakan M Yusuf Bombang dan Muhadzir M Salda.

Teuku Irwan Djohan saat mendeklarasikan Rumah Persaudaraan menyatakan, tidak perlu berkonflik dalam politik.

Rumah itu berslogan, “lewat politik kita bersaudara, dengan politik kita bekerjasama untuk kemanusiaan.” []

Redaksi
Redaksihttp://www.acehkita.com
ACEHKITA.COM hadir sejak 19 Juli 2003. Kami bisa dihubungi via @acehkita, redaksi[at]acehkita[dot]com

Baca Tulisan Lainnya

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Stay Connected

0FansLike
21,903FollowersFollow
24,400SubscribersSubscribe
- Advertisement -

TERBARU