Radzie/ACEHKITA.COM

BANDA ACEH | ACEHKITA.COM — Fanisa Rizkia harus merasakan getirnya hidup di usia belianya. Terpisah dari orangtuanya akibat gelombang tsunami, Fanisa diadopsi oleh tetangganya, Sabariah. Ia diajak tinggal di Medan, Sumatera Utara, seminggu setelah tsunami. Menjadi anak angkat Sabariah, hidup Fanisa baik-baik saja.

Namun, pada usia 10 tahun, sang ibu angkat dipanggil Yang Mahakuasa, akibat kanker ganas yang menyerangnya. Fanisa kembali bersedih. Kesedihan Fanisa makin menjadi-jadi ketika salah seorang anak Sabariah tak suka melihat Fanisa.

Pada 40 hari kematian Sabariah, Fanisa hengkang dari rumah keluarga itu, terusir. Untuk melanjutkan hidup, Fanisa bekerja serabutan. Mulai dari penjaga Warnet hingga doorsmeer pun dilakoni oleh gadis berkulit hitam manis ini.

Hingga akhirnya Fanisa bertemu dengan Ida. Saat bertemu dengan Fanisa, Ida mengaku teman baik Bayah, panggilan akrab Sabariah. Ida pun menawarkan Fanisa pekerjaan sebagai pelayan restoran di Malaysia. Merasa hidup sebatang kara dan butuh pekerjaan untuk melanjutkan hidupnya, Fanisa akhirnya menerima tawaran Ida.

Namun, saat berada di Malaysia Fanisa tidak dipekerjakan di restoran seperti yang dijanjikan. Ia justru dijual ke salah satu agensi di sana dan dipekerjakan sebagai pembantu rumah tangga.

“Yang saya tahu, saat di sana (di Malaysia-red) saya dijual seharga 6 ribu Ringgit kepada salah satu agensi,” terang Fanisa terbata-bata, sembari menyeka buliran air mata yang mulai menetes membasahi pipinya.

Selama menjadi pembantu rumah tangga di salah satu rumah di daerah Rawang, Malaysia,  Fanisa mengaku diperlakukan secara wajar oleh pemilik rumah. Namun, beratnya beban pekerjaan yang memang tidak sesuai dengan usianya membuat Fanisa menyerah dan meminta izin kepada sang pemilik rumah untuk mengembalikannya kepada agensi.

Merasa telah mengeluarkan uang cukup banyak, sang pemilik rumah memperbolehkan Fanisa untuk pergi dengan syarat harus membayar uang sebesar 6 ribu Ringgit kepada tuan rumah. Nisa, begitu biasa gadis ini disapa, akhirnya tetap berada di rumah tersebut, namun dia tetap terus saja meminta dikembalikan ke agensi.

Pemilik rumah akhirnya mengembalikan Fanisa ke agensi. Di sinilah Fanisa mengaku sempat mendapatkan perlakuan kasar dari pihak agensi. “Mereka sempat memukul kepala saya sekali, mungkin karena kesal karena saya tidak mau bekerja. Sedangkan selama bekerja saya tidak pernah mendapatkan bayaran sepeser pun.”

Saat di agensi, Nisa selalu meminta untuk dipulangkan ke Indonesia. Namun pihak agensi tidak mengabulkan kecuali Nisa mampu membayar uang sebesar 2 ribu Ringgit. Nisa akhirnya dikurung di salah satu ruangan di kantor agensi tersebut. Hal tersebut dikarenakan Fanisa selalu meminta untuk dipulangkan ke Indonesia.

Beruntung, pada suatu pagi Fanisa berhasil keluar dari ruang penyekapan dan meminta tolong kepada salah seorang bapak yang kebetulan sedang jogging dan melintas di depan kantor agensi tersebut.

“Bapak tersebut kemudian melaporkan keberadaan saya di agensi tersebut ke polis. Tak berapa lama kemudian datang polis ke kantor agensi kemudian menjemput dan membawa saya ke KBRI. Akhirnya saya kembali ke Aceh setelah dijemput oleh Pak Bukhari dan Pak Said,” terang Nisa.

***

Semalam, Fanisa Rizkia –yang memiliki nama asli Cut Lisa– bertemu dengan Gubernur Aceh Zaini Abdullah. Dalam pertemuan itu, Gubernur berpesan agar gadis berusia 15 tahun itu bersyukur karena bisa kembali ke Aceh.

“Ananda harus bersyukur dapat terbebas dari cengkeraman pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab dan telah memperlakukan Fanisa semena-mena,” ujar Zaini.

Gubernur meminta Dinas Sosial untuk melacak keberadaan keluarga Fanisa, termasuk agensi yang memperdagangkan remaja itu ke Malaysia.

“Awal Januari tahun depan kita akan kembali menelusuri keberadaan keluarga Nisa. Tidak hanya itu kita juga akan ke sekolah Nisa di Medan, guna mengurus berkas-berkas untuk kepindahannya dan melanjutkan sekolah di Aceh,” kata Kepala Dinas Sosial Aceh Bukhari.

Tidak berhenti di situ, Pemerintah Aceh juga akan menelusuri jejak agensi yang mempekerjakan Fanisa di Malaysia dan mancari keberadaan Ida yang telah menjual Fanisa ke agensi tersebut.

“Semua akan kita telusuri. Kita juga akan melakukan langkah hukum terhadap agensi tersebut, karena bocah ini telah dipekerjakan dengan memalsukan dokumen-dokumen Fanisa,” lanjut Bukhari.

Fanisa diperdagangkan ke Malaysia pada Juni lalu. Akibat kasus ini, Fanisa mengalami trauma. Malah, ia takut jika melihat orang asing di sekitarnya. Penyuka olahraga bulu tangkis ini hanya ingin bertemu dan berkumpul kembali bersama keluarganya: Zakaria (ayah), Cut Uti Mariati (ibu), dan kedua kakaknya.

“Saya ingin bertemu orangtua,” ujar Fanisa. []

ARFI

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.