Dyah Erti Idawati, istri Pelaksana Tugas Gubernur Aceh berkunjung ke Pulo Aceh pada Sabtu (25/7). Ia datang bersama seratusan rombongan pesepeda, dalam acara Gowes Bersama Forkopimda Aceh. Dalam rombongan itu ada Panglima Kodam Iskandar Muda serta Wakil Kepala Kepolisian Daerah (Waka Polda) Aceh.
Mendayung dari Dermaga Perikanan BPKS di Gampong Ulee Paya pada pagi hari, peserta kemudian menempuh rute yang berliku. Mulai dari pegunungan, hutan hingga pinggiran pantai. Jalur yang amat terjal membuat banyak pesepeda yang ‘tumbang’ sebelum sempat menyentuh rute akhir di Mercusuar William Toren.
Dari Ulee Paya ke William Toren harus melewati 6 gampong atau desa sebelum sampai di Meulingge, desa tempat mercusuar berada. Jaraknya sekitar 20 kilometer. Memang rutenya agak sulit ditempuh jika fisik tidak prima. Namun, begitu tiba di mercusuar, letih akan berkurang saat anda menikmati panorama pantai dan gunung dari ketinggian.
Dari pucuk menara, arahkan pandangan ke Samudera Hindia membentang luas, hingga berbatas pandangan mata. Dari sanalah, puluhan, bahkan ratusan kapal melintas setiap harinya. Laut di Meulingge, berbatas langsung dengan lintasan internasional.
“Ini yang pertama sekali. Luar biasa keindahannya. Yang kita rasakan sesuai dengan apa yang diceritakan,” kata Dyah. Sebelumnya ia hanya mendengar cerita-cerita keindahan pulau di ujung Sumatera ini. Namun, kini ia berkesempatan datang menikmatinya langsung.

Dyah memandang Pulo Aceh selayaknya sekeping ‘surga’ di Tanah Rencong. Bagi dia, pemandangan lebatnya hutan yang bersisian di birunya lautan adalah suatu yang istimewa. “Tidak pernah kita lihat di mana pun,” sebutnya.
Mercusuar William Toren dibangun Kolonial Belanda di nusantara pada tahun 1875. Bangunan bergaya eropa ini, didirikan di atas cadas yang curam dan menjorok langsung ke laut. Masyarakat sekitar menyebut mercusuar dengan nama lampu. Tebal bangunannya mencapai satu meter, dengan ketinggian 85 meter.
Konon, mercusuar ini hanya ada tiga di dunia. Pasangannya, di Kepuluan Karibia, yang menjadi tempat penggarapan film Pirates of Caribian. Sementara yang satunya lagi, telah dijadikan museum di Belanda. Nama William Toren, diambil dari nama Raja Luxemburg, Willem Alexander Paul Frederich Lodewijk. Pada masa itu, ia dikenal sebagai raja yang ikut membangun perekonomian dan infrastruktur daerah kekuasaan Hindia Belanda. Karena itu, nama dia disematkan di mercusuar tersebut.
Bagi Dyah, kunjungan petinggi daerah ke wilayah pedalaman yang punya potensi wisata seperti Pulo Aceh sangatlah bagus. Mereka punya koneksi-koneksi di luar Aceh yang tentunya bakal mengampanyekan keindahan alam.
“Kita doakan Covid-19 segera berlalu, nanti Pak Pangdam, Pak Kapolda akan ajak koneksi beliau untuk wisata ke mari,” ujar Dyah.[MHZ]