BANDA ACEH | ACEHKITA.COM — Pengadilan Negeri Banda Aceh mulai menyidangkan perkara pembobolan kas daerah Aceh Utara yang dideposito di Bank Mandiri Jelambar Jakarta Barat, Rabu (27/7). Bupati Ilyas A. Hamid dan Wakilnya Syarifuddin menjadi terdakwa dalam kasus yang diduga merugikan negara Rp 220 milyar itu. Keduanya pun diancam dengan pasal berlapis dengan hukuman penjara maksimum 20 tahun.
Pada persidangan perdana, Ilyas A. Hamid mengenakan stelan kemeja putih bergaris-garis biru dipadu celana hitam. Sementara Syarifuddin mengenakan baju safari keabu-abuan. Keduanya duduk di kursi pesakitan pada persidangan yang dipimpin hakim Ahmad Sundusin. Ilyas Hamid dan Syarifuddin didampingi lima kuasa hukum.
Bupati dan Wakil Bupati Aceh Utara diajukan ke meja hijau dalam kasus pembobolan kas daerah yang didepositokan di Bank Mandiri Cabang Jelambar, Jakarta Barat. Pada 2 Februari 2008, Ilyas A. Hamid dan Syarifuddin menyepakati untuk mendepositokan dana Silpa tahun 2008 sebesar Rp220 milyar di Bank Mandiri Jelambar. Sebelumnya, uang itu disimpan di Bank BPD Aceh Cabang Lhokseumawe.
Menurut Jaksa Penuntut Umum Soufnir Chibro dalam surat dakwaannya, pemindahan deposito dari Bank BPD Aceh Cabang Lhokseumawe ke Bank Mandiri Cabang Jelambar karena tergiur selisih bunga dan premium fee yang bakalan diperoleh. Ide pendepositoan uang ini dikemukakan Salahuddin Al Fata kepada M. Basri Yusuf pada Januari 2009.
“Salahuddin Al Fata menginformasikan pada saksi M. Basri Yusuf bahwa PT Bank Mandiri Cabang Jelambar dapat memberi bunga 10,5 persen da nada nasabah yang dapat memberi premium fee sebesar 6 persen,” kata Jaksa Pununtut Umum Soufnir Chibro di persidangan, Rabu.
Masih menurut Jaksa, Basri Yusuf lantas menginformasikan hal ini kepada Yusuf Abdul Gani Kiran dan mendapat persetujuan dari Bupati Ilyas Hamid. Pada 4 Februari 2009, Wakil Bupati Syarifuddin datang ke Bank Mandiri Jelambar untuk menempatkan uang kas daerah sebesar Rp220 milyar.
“Kemudian cek senilai Rp220 milyar dicairkan oleh saksi Cahyono Syam Sasongko (Pimpinan Bank Mandiri Jelambar), dan selanjutnya dana sebesar Rp200 milyar dipecah-pecah dalam enam lembar setifikat deposito,” lanjut Jaksa.
Sedangkan sisanya, Rp20 milyar, dimasukkan ke rekening PT Agro Sijantara di bank tersebut. Uang inilah yang kemudian dibagi-bagikan sebagai komisi (premium fee). “Terdakwa Ilyas Hamid mengetahui pembagian fee ini,” sambung Jaksa Soufnir Chibro.
Mereka yang memperoleh komisi yaitu Syarifuddin, M. Basri Yusuf, Yunus Abdul Gani Kiran, Salahuddin Al Fata, dan Sudirman AK (sekretaris Tim Asistensi).
Jaksa mendakwa Bupati Ilyas Hamid dan Wakilnya Syarifuddin telah melakukan perbuatan untuk memperkaya diri dan orang lain. Negara berpotensi dirugikan sebesar Rp220 milyar, sesuai dengan audit investigatif Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Aceh pada 29 Oktober 2010.
Jaksa mengenakan pasal berlapis untuk menjerat Bupati dan Wakil Bupati Aceh Utara ini. Kedua mereka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) junto Pasal 18 ayat (1) huruf a, b, dan ayat (2), dan ayat (3) Undang-undang No. 20/2001 tentang Tindak Pidana Pemberantasan Korupsi, junto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana. Dengan pasal ini, Ilyas Hamid dan Syarifuddin diancam kurungan penjara 20 tahun. Di tuntutan subsider, mereka dijerat dengan Pasal 3 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (Selebihnya sama dengan pasal pada tuntutan primer di atas).
Baik Ilyas Hamid maupun Syarifuddin akan menyampaikan eksepsi (sangkalan) atas dakwaan jaksa secara tertulis pada persidangan pekan depan. Majelis Hakim menunda persidangan hingga 3 Agustus nanti.
Usai sidang, Ilyas Hamid dan Syarifuddin menolak berkomentar. “Silakan ke kuasa hukum saya,” kata Ilyas Hamid. Sementara kuasa hukumnya menyebutkan, dakwaan jaksa tidak jelas.
Kasus pembobolan kas daerah Aceh Utara ini melibatkan Cahyono Syam Sasongko (kepala Kantor Cabang Bank Mandiri Jelambar), Lista Adriani, Salahuddin Al Fata, Basri Yusuf (Ketua (nonaktif) Kadin Aceh Utara), Yunus Abdul Gani Kiran (Ketua Tim Asistensi Pemkab Aceh Utara), dan Herrysawati Bakrie.
Cahyono Syam Sasongko dan Lista Adriani masing-masing divonis sembilan tahun dan 15 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Jakarata Barat. Sedangkan Basri Yusuf, Yunus Kiran, dan Herrysawati Bakrie sedang menunggu vonis hakim. []