Friday, March 29, 2024
spot_img

Balada Qatar

DALAM perjalanan ke Jerman, pesawat Qatar Airways yang kami tumpangi singgah di ibukota, Doha. Sejak memasang sabuk pengaman, aroma kemakmuran sudah meruap di kabin. Video petunjuk keselamatan penerbangan diperankan para pemain klub bola Barcelona yang kontrak pemasangan logo di kaosnya saja mencapai Rp 1,17 triliun per tahun.

Bandingkan dengan nilai logo Emirates milik Uni Emirat Arab di kaos Real Madrid yang hanya Rp 507 miliar per tahun. Negara ini bersama sekutu tradisionalnya, Saudi Arabia, ikut memutus hubungan diplomatik dengan Qatar karena dianggap terlalu dekat dengan kelompok-kelompok yang tak mereka sukai, seperti Hamas, Ikhwanul Muslimin, juga Iran.

Dari udara, negara yang masuk 10 pemilik cadangan minyak terbesar di dunia itu tampak seperti “Dunia Fantasi”. Gedung-gedung menjulang mencakari langit, dengan hunian-hunian eksklusif menghadap hijau tosca-nya Teluk Persia.

Properti-properti itu dipastikan dihuni oleh para ekspatriat karena dari 2,6 juta penduduk, warga lokalnya hanya 310 ribu jiwa. Di antara warga asing itu, ada sekitar 40 ribu tenaga kerja Indonesia. Salah satu magnetnya adalah kue ekonomi sebagai pemilik gas alam cair terbesar ketiga di dunia setelah Rusia dan Iran.

Memasuki Al Hamad International Airport, seperti berjalan di dalam supermal. Lupakan pohon kurma dan padang pasir. Ikon bandara yang melayani 150 tujuan penerbangan itu adalah boneka beruang kuning (Lamp Bear) karya seniman kelahiran Swis, Urs Firscher.

Tapi kekayaan itu kini sedang diuji, apakah sanggup membantunya menghadapi krisis dan pengucilan dari negara-negara tetangganya. Arab Saudi menutup pintu perbatasan dengan Qatar dan melarang wilayah udaranya dilintasi pesawat mereka. Akibatnya pasokan bahan pangan terancam. Padahal Qatar mengimpor hampir 100 persen makannya dari luar negeri, dan 40 persen di antaranya dari Arab Saudi.

Sadar bahwa negaranya kaya tapi lemah, tak perlu waktu lama bagi warga Qatar untuk memenuhi pusat-pusat perbelanjaan dan memborong bahan makanan karena khawatir krisis pangan dan kelaparan.

Beruntung, Iran dan Turki menyatakan siap mengirim bahan makanan yang akan diangkut dengan Qatar Airways melalui wilayah udara Iran dalam tempo 12 jam. Tentu saja tak ada makan siang gratis. Pendapatan Iran dari akses udara ini akan meningkat 20 persen.

Doha memang sudah mengantisipasi aksi embargo Saudi karena gejala pengucilan ini bukan yang pertama terjadi. Pemutusan hubungan diplomatik sudah dilakukan Saudi, Bahrain, dan Uni Emirat Arab tahun 2014 gara-gara krisis politik di Mesir.

Melihat bagaimana negara yang dimanjakan dengan 25 miliar barel cadangan minyak dan 900 triliun kaki kubik gas, tapi 100 persen bahan pangannya impor, mestinya kita belajar sesuatu.

Gurun dan padang pasir bukan halangan untuk menumbuhkan pangan. Di tanah-tanah tandus Israel dan gurun gersang Australia atau Spanyol, teknologi pertanian sedang dikembangkan untuk menciptakan pangan. Tapi investor Qatar tampaknya lebih tertarik menggunakan uangnya untuk membeli pusat perbelanjaan paling glamor di London: Harrods.

Sebaliknya, Saudi Arabia yang memberlakukan embargo pangan dengan menutup pintu perbatasan pada dasarnya melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan. Bahkan dalam hukum perang, kepentingan sipil seperti sekolah dan rumah sakit harus dihormati dan dilindungi. Di Indonesia saja ada aturan selama musim mudik lebaran truk tak boleh lewat, kecuali yang menangkut bahan pangan atau sembako.

Salah satu ultimatum yang diajukan Saudi, Qatar diminta menutup Al Jazeera yang pemberitaannya kerap dianggap merugikan kepentingan Saudi, terutama terkait agresi militernya di Yaman.

Cukup menggelikan melihat ulah Saudi yang tak sanggup membuat media sendiri, tapi ingin menutup media negara lain. Padahal sama-sama punya duit. Kantor Al Jazeera di Riyadh sudah ditutup oleh pemerintah Saudi sejak Selasa, 6 Juni, kemarin.

Di sisi lain, belum ada kabar apakah Qatar akan membalas, misalnya, dengan membekukan rekening-rekening musuhnya yang disimpan di bank-bank di Doha. Sebab negara itu dikenal sebagai surga keuangan dengan tingkat kerahasiaan bank tertinggi di dunia seperti Swis di masanya.

Krisis politik, konflik, perang, dan kekerasan di Timur Tengah selalu menimbulkan perenungan mendalam. Ribuan tahun kawasan ini tak pernah absen dari pertikaian dan pertumpuhan darah, meski dilimpahi kekayaan dan menjadi tempat kelahiran agama-agama besar.
Kali ini bahkan terjadi di bulan suci Ramadan.[]

Baca Tulisan Lainnya

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Stay Connected

0FansLike
21,903FollowersFollow
24,400SubscribersSubscribe
- Advertisement -

TERBARU