LHOKSEUMAWE| ACEHKITA.COM — Puluhan anak korban konflik dan mahasiswa yang menamakan dirinya Gerakan Melawan Lupa (GML) Aceh menggelar unjuk rasa di depan gedung Dewan Perwakilan Rakyat Kota Lhokseumawe, Jumat (9/12) pagi sekira pukul 10.30 WIB.
Dalam demonstrasi ini pengunjuk rasa meminta rekomendasi dan dukungan dari DPRK Kota Lhokseumawe untuk pembahasan dan pengesahan Qanun Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) Aceh secepatnya. Setelah diserahkan kepada pihak dewan, surat rekomendasi tersebut ditandatangani oleh Teungku Darwis dan Syahrul keduanya dari Fraksi Partai PA. Rencananya surat rekomendasi itu akan diserahkan kepada pihak DPRA di Banda Aceh.
Di antara isi rekomendasi tersebut, mendesak pihak DPRA agar segera membahas dan mensahkan Qanun KKR Aceh sebagaimana janji yang telah ditandatangani dalam petisi pada tanggal 10 Desember 2010 lalu, selanjutnya mengusut tuntas pelanggaran HAM di Aceh melalui mekanisme KKR dan pengadilan HAM, dan meminta kepada seluruh komponen di Aceh untuk mengabadikan situs-situs pelanggaran HAM masa lalu dan memperingati setiap hari pelanggaran HAM berat di Aceh.
Menurut Fery Afrizal, koordinator aksi, unjuk rasa itu juga mengambil momen hari Hak Asasi Manusia (HAM) sedunia yang jatuh Sabtu (10/12) besok. “Kami mengambil momen hari HAM sedunia untuk terus mengingatkan para penguasa bahwa korban konflik di Aceh butuh keadilan. Qanun KKR adalah salah satu pintu masuk agar terbentuknya pengadilan HAM di Aceh,” ungkap Fery kepada acehkita.com di sela-sela aksi.
Meski di bawah pengawalan ketat aparat kepolisian, perwakilan anak-anak korban konflik dan mahasiswa secara bergantian memberikan orasi dalam demonstrasi tersebut. Selain meminta rekomendasi, pengunjuk rasa juga membagi-bagikan selebaran.
Di antara pelanggaran HAM berat yang menjadi sorotan para demonstran tersebut adalah, kasus Simpang KKA (Aceh Utara), Arakundoe (Aceh Timur), Tragedi KNPI (Lhokseumawe), peristiwa Jambo Kupok, dan Beutong Ateuh (Nagan Raya). []