JAKARTA | ACEHKITA.COM — Media di Indonesia menjamur pascareformasi. Dewan Pers mencatat ada 2.338 media di Indonesia, pasa 2014. Jumlah itu belum ditambah media sosial yang berkembang pesat. Karenanya, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia mengajak publik agar cerdas dalam memilih dan memilah informasi yang disajikan media.

Ketua Umum AJI, Suwarjono, menyatakan, berjibunnya informasi dari beragam media itu merupakan dampak dari perkembangan teknologi yang tak terhindarkan. Padahal, tak semua informasi yang disampaikan pelbagai platform media itu baik untuk dikonsumsi publik. Itulah sebabnya dalam ulang tahun yang ke-21 ini AJI memilih tema “Cerdas Memilih Media.”

Acara puncak peringatan HUT AJI ke-21 akan digelar Jumat, 4 September 2015, pukul 18.00 – 21.30 WIB di Gedung Pusat Perfilman H. Usmar Ismail di Jl. Rasuna Said kav. C-22, Kuningan, Jakarta Selatan. Dalam acara itu juga ada pameran foto dan seni rupa, pengumuman penerima Udin Award, Tasrif Award, SK Trimurti Award 2015, serta orasi kebudayaan yang akan disampaikan oleh Buya Syafii Maarif, mantan Ketua PP Muhammadiyah.

Udin Award diberikan kepada jurnalis yang menjadi korban tindak kekerasan karena menjalankan tugasnya. Tasrif Award diberikan kepada setiap individu atau lembaga yang telah memberikan kontribusi untuk pemberantasan korupsi, perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM) atau memajukan demokrasi di Indonesia. Sedangkan SK Trimurti Award diberikan kepada jurnalis atau aktivis perempuan yang dinilai gigih membela kepentingan publik.

Tema Cerdas Memilih Media juga yang akan dipakai AJI dalam acara Festival Media ke-4 pada 14-15 November 2015 mendatang di Kampus Universitas Atmajaya, Jakarta. Festival Media diisi dengan sejumlah workshop, pameran media, pemutaran film, dan aneka lomba. Rangkaian kegiatan tersebut diharapkan bisa mendorong masyarakat mengetahui apa yang terjadi di balik media dan berperan aktif dalam mengawasinya.

AJI menilai apa yang terjadi saat ini sebagai “era air bah informasi,” sangat rentan dan riskan. “Kita sebagai masyarakat harus cerdas dan paham mana informasi yang bermutu dan tidak, mana yang berita sampah, mana yang layak dikonsumsi serta disebarkan ke masyarakat. Dengan teknologi sekarang, kita dihadapkan pada pilihan informasi yang sedemikian banyak,” kata Suwarjono.

Pengetahuan akan informasi yang benar itu penting agar publik bisa memilah informasi, apakah itu informasi yang benar, berita sampah, atau hanya informasi yang menyesatkan. Dengan pengetahuan seperti itu, kata Suwarjono, publik diharapkan cukup bijak untuk bersikap, apakah perlu menyebarluaskannya atau tidak.

“Menyeberluaskan informasi salah, tak mendidik, itu merugikan publik. Dan itu juga bisa membuat seseorang terjerat Undang Undang Informasi dan Teknologi Informasi dengan pasal pencemaran nama baik,” kata Suwarjono, Jumat 4 September 2015.

Informasi tak mendidik, menyesatkan, atau sampah, bisa datang dari pelbagai platform media. Penyebabnya, salah satunya, adalah persaingan bisnis.

“Industri sedang berkembang dan ada tuntutan tinggi mengejar oplah, traffic kunjungan, page views dan rating. Gara-gara itu sejumlah media kadang melakukan segala cara, yang penting beritanya disukai pembaca. Padahal tak semuanya sebenarnya layak tayang dan mendidik, seperti disyaratkan Undang Undang Pers,” kata Suwarjono. “Banyak media sekarang yang tidak memberikan itu, tapi hanya sekadar mengejar traffic, oplah, rating dan lain-lain.” []

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.