Friday, March 29, 2024
spot_img

Ada Apa dengan Gie?

KAMIS sore, 7 Juni 2011, sejumlah mahasiswa di Banda Aceh berkumpul di halaman samping Masjid Jami Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh. Mereka berdiskusi tentang buku “Soe Hok Gie: Catatan Seorang Demonstran”.

Soe Hok Gie
Tak ada yang istimewa dengan diskusi itu. Hanya duduk bersama sembari ngobrol. Tak ada seorang pemateri khusus. Semua peserta diskusi bebas mengeluarkan ide dan pendapatnya seputar Soe Hok Gie dan buku hariannya itu. Apa yang diketahui bisa diungkapkan. Saling tukar pikiran dan mendengarnya.

Tempatnya juga terbuka. Bukan di sebuah gedung pertemuan yang terdiri dari meja dan kursi di dalamnya. Tanpa beralaskan tikar, mereka duduk begitu saja secara melingkar di atas rumput bersemak dedaunan.

Meski demikian, diskusi itu berjalan lancar seadanya. Masing-masing peserta mengeluarkan pendapatnya soal Soe Hok Gie dan bukunya.

Dalam diskusi sore itu, mengemuka kenapa Soe Hok Gie bisa ditokohkan dan bukunya itu populer di publik.

Gie yang mati muda itu hingga kini masih menjadi idola bagi sebagian aktivis mahasiswa. Muncul pertanyaan di tengah peserta diskusi, apa karena mati muda sehingga ia dikenang dan ditokohkan hingga sekarang.

Adik Arief Budiman itu memang dikenal sebagai seorang sosok humanis dan istiqamah dengan pendiriannya. Presiden Soekarno salah seorang yang sangat ditantang olehnya.

Dari buku itu, seorang peserta diskusi klub Kutubuku, Mifta Sugesty menyebutkan, Gie terkesan galau dalam kesehariannya. Menurutnya isi buku itu lebih kepada kecemasannya terhadap berbagai persoalan.

Kenapa Gie sampai ditokohkan? Mengemuka barangkali karena dia mati muda saja dan ketika itu tidak ada sosok tokoh muda yang berpegang teguh terhadap pendiriannya. Hingga ajal menjemput di Gunung Semeru, ia tidak goyah.

Faktor lain juga karena dia berposisi di pusat ibukota Indonesia. Gie sendiri seorang alumni Universitas Indonesia (UI).

Sedangkan bukunya bisa populer bisa jadi hanya karena publikasi media. “Ayahnya Soe Hok Gie itu kan seorang wartawan,” tandas seorang peserta lainnya.

Kaitan dengan sekarang? Terkemuka jarang sekali ditemukan sosok seperti seorang Soe Hok Gie. Setelah berkoar-koar memperjuangkan nasib rakyat, mereka akhirnya kandas dan berakhir dengan pilihan bergabung ke partai politik. Sedangkan Gie tidak.

Diskusi pun berakhir tanpa sebuah kesimpulan. Semua peserta dibiarkan bebas berkesimpulan menurut pribadi masing-masing. Terserah! Diskusi perdana Klub Kutubuku pun usai.

Jelang bubar, peserta diskusi menentukan target buku selanjutnya untuk didiskusikan secara bersama dalam kurun waktu sebulan sekali. Setelah semua peserta menyebutkan buku demi buku, akhirnya diputuskan buku Sekolah Itu Candu sebagai buku yang akan didiskusikan.

Mifta menyebutkan, diskusi klub Kutubuku itu terbuka untuk umum khususnya kalangan mahasiswa. Jadi siapa yang berminat bisa ikut serta dalam diskusi tersebut. []

[Mahasiswa, pemilik akun twitter @husainiende]

Redaksi
Redaksihttp://www.acehkita.com
ACEHKITA.COM hadir sejak 19 Juli 2003. Kami bisa dihubungi via @acehkita, redaksi[at]acehkita[dot]com

Baca Tulisan Lainnya

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Stay Connected

0FansLike
21,903FollowersFollow
24,400SubscribersSubscribe
- Advertisement -

TERBARU