BANDA ACEH | ACEHKITA.COM — Aceh berada di urutan sembilan provinsi penyumbang asap terbesar di Indonesia akibat aksi pembakaran hutan. Posisi Aceh yang memiliki 958 titik api berada di bawah Provinsi Kalimantan Barat dengan 8.384 titik api. Di urutan pertama ada Provinsi Riau dengan 9.778 titik api. Maraknya pembukaan lahan dengan cara membakar hutan dinilai menjadi penyebab utama meningkatnya jumlah titik api di Aceh.
“Tahun 2008 titik api di Aceh sebanyak 546 titik tersebar di 23 kabupaten. Namun di tahun 2009 semenjak Januari hinga Agustus titik api semakin meningkat hingga 958 titik,” kata ketua Tim Investigasi Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Aceh, M Oki Kurniawan kepada acehkita.com, Selasa (9/9) di Banda Aceh.
Oki mengatakan, data itu didapat dari analisa yang dilakukan melalui Sistem siaga kebakaran dengan data Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer (MODIS). MODIS didukung penuh oleh laporan instrumen yang terdapat pada satelit Aqua dan Terra milik Nassa yang mengintari wilayah Indonesia.
“Sumatera dan Kalimantan merupakan dua pulau terbesar Indonesia yang dipantau khusus oleh satelit yang rutin mendeteksi kebakaran aktif ini. Keduanya memiliki hutan terluas dan aktivitas pembakaran cukup tinggi,” ungkap Oki.
Menurut Oki, titik api yang dipantau satelit adalah titik api yang meliputi luas 50 meter persegi atau lebih dengan tingkat akurasi hingga 100 persen. Satelit tidak akan melaporkan kejadian di wilayah pemukiman penduduk atau gedung yang terbakar. “Satelit itu juga tidak mendeteksi api yang ditimbulkan oleh pembakaran sampah,” tandasnya meyakinkan.
Oki menyebutkan dari seluruh total titik api yang berada di Aceh, sebagian besar disumbang oleh kabupaten di pantai barat-selatan, yakni Aceh Barat, Nagan Raya, Singkil, dan Aceh Barat Daya. Ini membuktikan bahwa aktivitas dengan cara membakar hutan masih sangat tinggi, di samping faktor lain seperti akibat musim kemarau.
“Ironis memang, di tengah gembar-gembor penyelamatan hutan Aceh yang kita dengar seperti program pemerintah Aceh lewat moratorium logging, namun intensitas kerusakan hutan Aceh justru terus meningkat setiap bulannya,” paparnya.
Oki menambahkan, kondisi ini disebabkan kebijakan pemerintah provinsi maupun kabupaten/kota yang terus memberikan lahan kepada pemegang izin Hak Guna Usaha dan masyarakat untuk perkebunan kelapa sawit.
“Jika tidak segera diatasi bukan mustahil masalah yang dialami Riau dan Kalimantan Barat juga terjadi di Aceh. Kabut asap menghalangi jarak pandang serta menimbulkan penyakit pernapasan (ispa),” ujar Oki. []